Find Us On Social Media :

Ki Hajar Dewantara, Anggota Kerajaan yang Jadi Pelopor Pendidikan Indonesia

By Septiyanti Dwi Cahyani, Rabu, 2 Mei 2018 | 16:57 WIB

Ki Hajar Dewantara

Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani

Grid.ID - Selamat Hari Pendidikan Nasional.

Berbicara tentang Hari Pendidikan Nasional ini, ada satu nama yang begitu melekat bagi masyarakat Indonesia.

Dia adalah Ki Hajar Dewantara yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia.

Tapi, siapa dia sebenarnya dan bagaimana perjuangannya sampai hari ini ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional?

Mungkin, tak banyak yang tahu jika nama Ki Hajar Dewantara bukanlah nama asli yang diberikan untuk pelopor pendidikan Indonesia itu sejak kecil.

BACA JUGA Memperingati Hari Pendidikan Nasional 2017, Ini Pesan Penting Jokowi

Ya, nama kecilnya adalah Soewardi Soerjaningrat.

Baru pada 1922, nama Soewardi Soejaningrat ini diubah menjadi Ki Hajar Dewantara.

Soewardi diketahui sebagai anggota keluarga Kadipaten Pakualaman karena di depan namanya disematkan gelar 'Raden Mas', sehingga menjadi Raden Mas Soewardi Soerdjaningrat.

Ia menamatkan pendidikan di sekolah dasar Eropa/ Belanda dan melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera).

Soewardi tumbuh menjadi salah satu aktivis dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Ia juga menjadi kolumnis, politisi dan pelopor pendidikan bagi pribumi Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda.

BACA JUGA Arti Hari Pendidikan Nasional, Bagi Kaum Millenial

Soewardi mendirikan sebuah pusat pendidikan untuk pribumi dan rakyat jelata agar memiliki hak yang sama dengan para priyayi maupun orang-orang Belanda.

Pusat pendidikan itulah yang kemudian kita kenal dengan Perguruan Tinggi Taman Siswa.

Karena perjuangan dan kontribusinya yang begitu besar, nama Soewardi yang kemudian dikenal dengan Ki Hadjar Dewantara diabadikan dalam sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara.

Tanggal kelahirannya juga diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional sampai sekarang.

Pada 28 November 1959, Ki Hajar dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional yang ke dua oleh Presiden Indonesia pertama, Soekarno.

Selain kapal, potret wajah Ki Hajar Dewantara juga diabadikan pada uang kertas pecahan Rp 20 ribu edisi 1998.

BACA JUGA Hari Pendidikan Nasional, Ini Pesan dari Cinta Laura, Anies Baswedan, Arzeti Bilbina

Tak Tamat dari STOVIA

Soewardi atau Ki Hajar yang sempat belajar di Sekolah Dokter Bumiputera, STOVIA terpaksa tidak bisa menamatkan pendidikannya karena sakit.

Tapi kemudian, Ki Hajar bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar.

Seperti Sediotomo, Java, De Expres, Oetosan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara.

Ki Hajar dikenal sebagai penulis yang handal pada masanya.

Tulisannya sangat komunikatif dan sarat akan semangat akan antikolonial.

BACA JUGA Kisah Dokter Wanita Pertama di Indonesia, Jalani 10 Tahun Pendidikan

Aktivis Pergerakan

Selain sebagai wartawan, Soewardi juga aktif dalam organisasi sosial dan politik.

Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO), ia aktif sebagai seksi propaganda yang bertugas mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia tentang pentingnya persatuan dan kesatuan berbangsa.

Kongres pertama BO yang diadakan di Yogyakarta juga dikoordinir oleh dirinya.

Soewardi muda juga menjadi anggota Insulinde, sebuah organisasi multietnik yang didominasi kaum pribumi yang memperjuangkan berdirinya pemerintahan sendiri di Hindia Belanda.

Rupanya ini merupakan pengaruh dari Ernest Douwes Dekker, pendiri Indische Partij.

BACA JUGA Dream Trip, Perjalanan Malala Yousafzai Kembali ke Pakistan Untuk Mendukung Pendidikan Bagi Anak-anak Perempuan di Sana

Sebagai pelopor pendidikan Indonesia, ada satu semboyan Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal.

Semboyan itu tertulis dalam bahasa Jawa yang berbunyi, 'Ing ngarso sung tuladha, ing madya membangun, tut wuri handayani'.

Arti dari semboyan indah itu kira-kira berbunyi seperti ini, 'di depan memberi contoh, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan'.

Sampai hari ini, bagian ke tiga dari semboyan ciptaannya kemudian menjadi slogan Kementerian Pendidikan Indonesia.(*)