Grid.ID- Aturan terbaru mengenai pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan belakang menuai polemik.
Aturan pencairan dana JHT terbaru itu tertuang dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Hari Tua.
Dalam beleid tersebut, terdapat satu pasal yang menjadi sorotan yakni pasal 3.
Disebutkan bahwa manfaat JHT baru dapat diberikan saat peserta BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) berusia 56 tahun.
Pasal tersebut dinilai merugikan para pekerja, terutama bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebelum usia 56 tahun.
Sebab mereka harus menunggu usia 56 tahun untuk dapat mencairkan dana JHT.
Namun kata Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan, Chairul Fadhly Harahap, JHT masih bisa diambil dalam jangka waktu tertentu. Hanya saja besarannya tidak penuh.
Mengutip Kompas.com, Fadhly mengatakan bahwa peserta masih bisa mengambil manfaat dari JHT setelah mengikuti program itu minimal 10 tahun.
Hal itu sudah diatur dalam Pasal 22 ayat 4 hingga 7 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua. Berikut bunyinya:
Dalam rangka mempersiapkan diri memasuki masa pensiun, pembayaran manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu apabila Peserta telah memiliki masa kepesertaan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.
(5) Pengambilan manfaat JHT sampai batas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari jumlah JHT, yang peruntukannya untuk kepemilikan rumah atau paling banyak 10% (sepuluh persen) untuk keperluan lain sesuai persiapan memasuki masa pensiun.
(6) Pengambilan manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan untuk 1 (satu) kali selama menjadi Peserta.
(7) BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan informasi kepada Peserta mengenai besarnya saldo JHT beserta hasil pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu)tahun.
Seusai PP tersebut, rincian dana pensiun yang bisa dicairkan antara lain: Sebesar 30 persen untuk pemilikan rumah, atau sebesar 10 persen untuk persiapan masa pensiun.
"Skema ini untuk memberikan perlindungan agar saat hari tuanya nanti pekerja masih mempunyai dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi kalau diambil semuanya dalam waktu tertentu, maka tujuan dari perlindungan tersebut tidak akan tercapai," kata Fadhly.
Namun sejumlah klausul dalam PP No 22/2015 tersebut tidak dimasukkan ke Permenaker No 2/2022 yang baru ini.
Adapun Permenaker baru ini baru berlaku setelah 3 bulan terhitung sejak diundangkan atau mulai Mei 2022.
Alasan JHT Baru Bisa Diklaim saat Usia 56 Tahun
Dijelaskan bahwa program JHT bertujuan untuk menjamin peserta menerima uang tunai pada saat memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia, sehingga pekerja memiliki tabungan ketika memasuki masa pensiun.
Sedangkan untuk pekerja yang mengalami PHK, kata Pjs. Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BPJamsostek Dian Agung Senoaji, pemerintah telah menyiapkan BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek).
"Jika pekerja mengalami PHK, pemerintah telah menyiapkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan dengan manfaat uang tunai, akses lowongan kerja dan pelatihan kerja," katanya dikutip dari Tribun Bisnis, Minggu (13/2/2022).
Menaker Ida Fauziyah menambahkan, ada keuntungan yang didapat bagi para pekerja/buruh yang terkena PHK dalam program Jaminan Kehilangan Pekerjaan ini. Salah satunya pemberian uang tunai menyesuaikan iuran yang dibayarkan ke BP Jamsostek.
Manfaat ini bisa didapatkan, asalkan peserta BPJS Ketenagakerjaan penerima upah tersebut rutin membayarkan iuran minimal 6 bulan berturut-turut.
Soal manfaat uang tunai yang diberikan tiap bulan kepada pekerja terkena PHK atau belum bekerja, paling banyak 6 bulan upah, besarannya 45 persen dari upah bulanan untuk 3 bulan pertama.
Kemudian, tiga bulan berikutnya akan dibayarkan 25 persen dari upah bulanan.
(*)