Find Us On Social Media :

Bikin Geleng-geleng Kepala! Suku Ini Miliki Tradisi Seks Bebas, Bahkan Sang Ayah Sengaja Buatkan Gubuk Cinta untuk Sang Anak Bermalam dengan Pria yang Berbeda

By Rissa Indrasty, Kamis, 24 Februari 2022 | 07:00 WIB

Gadis Kreung di depan gubuk cinta-nya.

Laporan Wartawan Grid.ID, Rissa Indrasty

Grid.ID - Setiap suku di seluruh dunia memiliki tradisi dan kebiasaan yang berbeda-beda.

Kadang, tradisi tersebut terdengar melenceng dari norma dan membuat geleng-geleng kepala.

Salah satunya yaitu tradisi yang dianut suku Kreung di Kamboja yang menyediakan gubuk cinta agar anak gadis bermalam dan melakukan hubungan seks dengan pria berbeda setiap malam untuk menemukan cinta sejatinya.

Pada tradisi suku Kreung, para ayah wajib membangun gubuk cinta, sehingga anak perempuan mereka dapat berhubungan seksual di dalamnya.

Para lelaki yang memiliki anak perempuan berusia 8-12 tahun akan membangun gubuk bilik untuk memberikan tempat anaknya melakukan hubungan seksual dengan anak laki-Laki.

Kreung adalah suku yang berbasis di daerah terpencil di timur laut Kamboja yang sangat liberal dan terbuka terhadap percintaan dan seksualitas.

Ketika seorang gadis mencapai usia pertengahan remaja, orang tuanya akan membangun gubuk bilik cinta kecil dan mendorongnya untuk bertemu dengan anak laki-laki yang berbeda.

Anak laki-laki ini diberi waktu untuk menghabiskan malam bersama mereka sampai anak perempuannya menemukan cinta sejatinya dengan siapa dia ingin menikah.

Baca Juga: Tradisi Penggal Kepala Manusia untuk Mas Kawin, Bukti Tanda Kedewasaan Pria Suku Naulu

Mereka percaya tradisi ini adalah cara terbaik untuk menemukan suami terbaik untuk anak perempuan mereka.

Mereka percaya, pernikahan semacam ini akan membentuk hubungan yang tahan lama dan penuh kasih.

Gadis-gadis di Kreung yakin akan kemampuan seksualitas mereka dan tahu betul bagaimana menangani anak laki-laki.

Mereka tahu betul apa yang mereka inginkan saat menjalin hubungan dengan seorang anak laki-laki.

Tradisi melegalkan seks bebas tak hanya terjadi pada suku Kreung, tapi juga ada di Bhutan.

Dikutip Grid.ID dari TribunBali.com, Rabu (23/2/2022), di Bhutan ada tradisi ‘berburu’ perempuan yang dikenal dengan tradisi Bomena.

Tradisi yang sudah berlangsung lama ini tujuannya untuk mencari jodoh dan ajang saling mengenal bagi para pasangan.

Tapi seiring waktu, praktik ini menjadi ajang seks bebas.

Baca Juga: Ritual Membakar Janda Hidup-hidup Jadi Tradisi Mengerikan yang Mengorbankan Jiwa, Demi Kehormatan!

Dan yang terlibat ‘perburuan’ gadis-gadis muda ini bukan hanya remaja pria, tapi kadang laki-laki dewasa.

Tradisi ‘Bomena’ ini memungkinkan para remaja pria berhubungan seks dengan gadis remaja yang tidak dikenalnya.

Para ‘pemburu’ ini ‘berburu’ di malam hari secara bergerombol.

Mereka menyisir rumah-rumah tempat tinggal para gadis, terutama di pedesaan.

Bila sudah menemukan rumah yang dipilih, salah seorang remaja pria akan berusaha masuk rumah dan kamar sang gadis dengan diam-diam.

Dia akan bermalam di kamar si gadis dan pergi sebelum ayam jago berkokok dan keluarganya bangun.

Tidak semua ‘perburuan’ berjalan sukses.

Ada remaja pria yang salah menentukan kamar tidur gadis incarannya sehingga salah masuk kamar.

Bisa juga cara masuk yang berisik membuat keluarga sang gadis terbangun dan si ‘pemburu’ harus kabur.

Baca Juga: Dipenuhi Wanita Telanjang Tanpa Sehelai Benang, Inilah Fakta Soal Hutan Keramat di Indonesia dengan Tradisi Unik, Pria yang Nekat Ngintip Bakal Didenda Sebesar Ini

Jika seorang pria tertangkap saat sedang melakukan aksinya, si pria harus menikahi gadis itu atau tinggal bersama sang gadis.

Biasanya sang pria akan bekerja di ladang untuk membayar perbuatannya.

Dari ‘perburuan’ itu, tidak sedikit remaja perempuan yang hamil dan menikah di usia muda.

Dan tidak sedikit pula yang ditinggalkan dalam keadaan hamil.

Tapi tidak ada stigma yang melekat pada para gadis yang hamil muda ini.

Mereka akan mencari pria lain yang mau menerima dia dan anak yang dikandungnya.

Praktik ini mulai ditinggalkan di Bhutan ketika terjadi arus urbanisasi dan masuknya norma sosial baru dari luar desa.

Keluarga-keluarga yang punya anak perempuan memalang pintu dan jendela rumah mereka dengan palang baja dan kunci logam sehingga tidak mudah dimasuki.

(*)