Grid.ID – Kegiatan travelling kini tidak hanya dinilai sebagai aktivitas perjalanan semata, tetapi juga menjadi bagian dari gaya hidup, khususnya bagi generasi milenial dan gen Z.
Gagasan itulah yang mendorong Ben Wirawan untuk mendirikan brand Torch pada 2015. Bersama rekannya, Hanafi Salman, Ben menghadirkan perlengkapan dan aksesori travelling yang tidak hanya mengandalkan mode atau estetika, tetapi juga kualitas produk.
Beberapa produk yang dihadirkan Torch antara lain jaket, sandal, dan pakaian. Selain itu, Torch juga merilis koleksi tas travelling yang kemudian menjadi ikon dari brand ini.
Dalam mengembangkan bisnisnya, Ben pun menjunjung prinsip “produk yang baik dimulai dari material yang baik”. Mengusung tagline #SolusiKeren, Ben terus mempelajari kebutuhan konsumen dengan tingkat mobilitas tinggi yang memerlukan solusi praktis dalam membawa barang.
Oleh sebab itu, selain mengandalkan desain yang apik, Ben juga mengedepankan kualitas material yang digunakan untuk membuat produk-produk Torch.
Salah satu material unggulan yang digunakan oleh Torch adalah duralite nylon. Material yang digunakan untuk membuat produk tas ini memiliki bobot 30 persen lebih ringan, tetapi kualitasnya dua kali lipat lebih kuat dari polyester biasa.
Selain itu, duralite nylon juga mampu bertahan di segala kondisi cuaca. Hal ini sesuai dengan tujuan Torch untuk menghadirkan produk multifungsi yang cocok dipakai dalam berbagai kesempatan.
Kendati demikian, mengandalkan kualitas produk saja tak cukup untuk membuat roda bisnis terus berputar. Dibutuhkan pula strategi pemasaran yang tepat. Dua tahun sejak didirikan, Torch masih menggunakan pendekatan konvensional untuk memasarkan produknya.
Baca Juga: Dukung Perkembangan Industri Fashion di Indonesia, Shopee Hadirkan Kampanye 3.3 Fashion Sale
Produk-produk Torch dipasarkan melalui agen distributor. Namun, model penjualan ini justru menjadi hambatan tersendiri bagi perkembangan bisnis Torch. Pasalnya, para agen seringkali tidak melunasi pembayaran secara tepat waktu sehingga raihan omzet tak optimal.
Hingga akhirnya pada 2017, dengan kondisi keuangan perusahaan yang memburuk, Ben mulai mempelajari pemasaran digital dan penjualan online. Tak hanya itu, ia juga mencoba bergabung di platform e-commerce Shopee.