Bahkan, saat itu, untuk menutupi kebutuhan kuliah, dia harus bekerja sampingan sebagai tukang ojek.
"Saat kuliah di Jakarta, saya bekerja sampingan menjadi tukang ojek dari pukul 15.00 sampai pukul 21.00."
"Dari hasil ojek, saya mendapatkan tambahan pendapatan Rp 7.000 hingga Rp 12.000," kata Rochmat.
Pengalaman pahit itu yang membuat Rochmat berjuang tak hanya membiayai sekolah, tapi juga kebutuhan hidup anak-anak asuhnya.
Perjuangan yang dilakukan Rochmat itu berlangsung selama lebih dari 10 tahun.
"Kalau anak-anak mau sekolah sampai perguruan tinggi, ya saya siap tanggung biayanya."
"Dari mereka, kini ada yang sudah jadi polisi, guru, hingga pegawai bank," kata Rochmat.
Namun, tentu saja keinginan tersebut tak semudah membalikkan telapak tangan.
Apalagi gaji Rochmat per bulannya terbilang pas-pasan.
Dilansir dari Bangkapos.com, dalam sebulan, rata-rata Rochmat harus mengeluarkan biaya Rp 8 juta untuk makan dan uang saku anak asuhnya.
Setiap harinya, Rochmat harus memasak delapan kilogram beras, belum termasuk lauk-pauk yang harus disediakan.