Kedua, pengutamaan terhadap kualitas juga bisa kita terapkan untuk mainan anak. Di sini, kita tidak saja bicara soal kualitas fisik mainan itu sendiri, tapi juga kualitas aktivitas bermain yang bisa dilakukan dengan mainan tersebut.
Intinya, mainan anak juga harus bisa berfungsi sebagai zona belajar mereka.
Ingat, mengajari anak untuk bertanggung jawab terhadap barang miliknya akan jauh lebih mudah dilakukan dengan 10 mainan ketimbang 100 mainan.
Menariknya, dalam buku terbitan Penerbit Miracle (lini nonfiksi Penerbit m&c! Kompas Gramedia) ini terungkap kalau konsep minimalis juga ternyata bisa kita terapkan untuk menata pola pikir.
Salah satunya adalah dengan mengurangi rasa khawatir yang kerap kitasalah artikan sebagai cinta.
Contohnya, kita “memaksa” anak untuk ikut kursus ini-itu dengan dalih kita mencintainya dan menginginkan yang terbaik untuknya.
Padahal kenyataannya, kita hanya terlalu khawatir anak kita “kalah” dari anak tetangga yang juga mengikuti banyak kursus.
Kekhawatiran semacam itu bisa kita lawan dengan membuang jauh-jauh pertanyaan,
“Bagaimana kalau...?”
“Bagaimana kalau anak saya kalah bersaing dengan anak-anak lain?”
“Bagaimana kalau anak saya tidak bisa jadi orang sukses?”