Laporan Wartawan Grid.ID, Annisa Dienfitri
Grid.ID - Seolah jadi pertanda, secarik surat ditulis seorang bocah penghapal Al Quran sebelum tewas.
Kisah tewasnya bocah penghapal Al Quran ini sempat gempar dan menuai banyak simpati di tahun 2017 silam.
Bocah laki-laki bernama Amiel Asyraf Abdul Rashid ini tewas terbakar si jago merah di usia yang baru 11 tahun.
Amiel Asyraf Abdul Rashid merupakan salah seorang santri yang menjadi korban kebakaran pesantren Tahfiz Darul-Quran Ittifiqayah di Malaysia, Kamis (14/9/2017).
Amiel tewas bersama 21 teman lainnya dan dua perawat di pondok pesantren itu.
Setelah kejadian, orang tua Amiel mengungkapkan fakta memilukan.
Orang tua Amiel menunjukan isi surat terakhir yang ditulis buah hatinya untuk mereka.
Rupanya, Amiel memberikan surat terakhirnya Rabu (13/9/2017) atau tak kurang dari 24 jam sebelum kejadian nahas itu terjadi.
Isi surat itu berisi permemohonan maaf dan luapan rasa sayang Amiel untuk ibu dan bapaknya.
Amiel mengucapkan terima kasih pada orang tua yang selama ini dengan sabar menjaganya.
Dalam surat itu, Amiel juga meminta maaf dan berterima kasih pada orang tuanya.
"Ibu dan Ayah, maafkan saya jika saya telah melakukan kesalahan," tulis Amiel di secarik surat itu.
"Amiel sangat mencintai kalian berdua. Terima kasih telah merawat saya selama ini. Saya tidak tahu bagaimana membalas itu."
"Dan satu-satunya cara untuk membalasnya adalah dengan belajar di Tahfiz agar ayah dan ibu masuk surga," sambungnya.
Beberapa waktu kemudian, Tahfiz yang terletak di Jalan Datuk Keramat, Kuala Lumpur, tempat Amiel belajar mengalami kebakaran.
Api melahap ruangan-ruangan di sekolah tersebut sekaligus dua guru dan 20 siswa, termasuk Amiel yang kamarnya berada di pusat asrama.
Amiel dan gurunya ditemukan tewas bertindihan di dalam bilik asrama.
Sementara beberapa santri dalam kejadian malang itu berhasil menyelamatkan diri dengan memanjat tembok.
Mendapat kabar ini sang ibu, Norhayati, tak kuasa menahan tangis.
Apalagi setiap mengingat surat yang diberikan oleh buah hatinya yang masih berusia 11 tahun itu.
"Anak saya dulu sekolah di Kelantan tapi saya memindahkannya ke sini agar lebih dekat dengan kami," kata Norhayati.
Menurut Norhayati, orang tua tidak pernah meminta apalagi memaksa Amiel untuk sekolah agama.
Sekolah di Tahfiz adalah pilihan Amiel sendiri.
Dari surat yang ia tulis, Amiel mengakui bahwa keinginannya masuk ke pondok pesantren tak lain karena ingin membalas budi kedua orangtuanya.
Amiel mengungkapkan dengan masuk pondok ia berharap dapat membantu ibu bapaknya masuk ke surga.
(*)