"Saya tidak mempunyai rencana untuk itu. Memang saya lakukan hal itu di kos."
"Saya tidak mengancam. Dia juga gak berteriak maupun menangis," tutur pria yang bekerja sebagai sales makanan itu.
Saat anaknya kejang usai disetubuhi, pelaku mengaku sempat memberikan obat penurun panas dan berupaya membawanya ke rumah sakit.
"Saat korban kejang, saya boncengkan ke rumah sakit," ujarnya.
Kemudian dilansir dari Kompas.com, tindak asusila Widiyanto terbongkar atas kesaksian pihak rumah sakit.
Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, AKBP Donny Sardo Lumbantoruan menjelaskan, hal ini berawal dari adanya informasi anak meninggal dunia tidak wajar dari RS Pantiwilasa.
"Ada tanda-tanda kekerasan di bagian vagina dan dubur korban. Korban saat itu sudah meninggal dan sudah dimakamkan," ucapnya.
Lantaran ada dugaan kematian yang tidak wajar, atas persetujuan keluarga, polisi akhirnya melakukan pembongkaran makam korban di daerah Genuk pada Sabtu (19/3/2022) malam.
Usai dilakukan pembongkaran makam, jenazah korban langsung dilakukan autopsi.
"Terbukti adanya kematian yang diakibatkan kekerasan seksual. Lalu kita amankan pelaku dan mengakui berhubungan seksual dengan anaknya. Anaknya sempat kejang setelah 1-2 jam berhubungan seksual," ungkap Donny.
Usai mendapatkan laporan adanya kejanggalan terhadap kematian korban, polisi langsung menangkap pelaku di indekosnya pada Jumat (18/3/2020).
Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 81 ayat 3 Jo pasal 76 d Undang undang no.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
(*)