Soekarno memahami bahwa Hartini telah resmi bercerai dengan Suwondo, mantan suaminya, saat masih berusia 28 tahun.
Ia lantas menghidupi kelima orang anaknya sendirian sebagai juru masak.
Hartini adalah sosok yang banyak digambarkan dalam literatur sejarah sebagai sosok yang cantik dan memiliki unggah-ungguh kesopanan khas wanita Jawa yang berbudaya.
"Setelah pertemuan tersebut, Soekarno terbayang terus pesona Hartini," terusnya.
Suatu hari Soekarno yang terus memikirkan sosok Hartini, mulai terbangun dari lamunannya.
Ia bergegas menulis di secarik kertas yang berisikan sajak, "Tuhan telah mempertemukan kita Tien (Hartini), dan aku mencintaimu. Ini adalah takdir."
"Kata-kata mematikan diucapkan lewat surat yang dikirim kepada Hartini dikejauhan, membuat hati Hartini gelisah. Terlebih isi surat merayu dan mendayu membuat Hartini berbunga-bunga bercampur was-was," terang Samingan.
Pertemuan keduanya terjadi empat bulan setelah pertemuan pertama.
Pertemuan kedua sudah diatur, yakni pada acara peresmian teater terbuka Ramayana di Candi Prambanan, Jawa Tengah.
Seminggu kemudian, datang surat yang ditulis Soekarno untuk Hartini dengan nama samaran Srihana.
Untuk menyebut Hartini, Soekarno menggunakan samaran Srihani.