BANDUNG - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2018 menyelenggarakan beragam rangkaian acara. Salah satunya, yakni Diskusi Inspiratif dengan tema "Pembangunan Iklim Akademis dan Profesi sebagai Seorang Ilmuwan" yang digelar usai upacara bendera 2 Mei. Hadir sebagai pembicara adalah para tokoh inspiratif di bidang akademik, seperti Dirjen Penguatan Riset dan Pemgembangan, Muhammad Dimyati; Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Prof Sangkot Marzuki; Ketua Terpilih Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), Alan Koropitan; serta Ilmuwan Diaspora Indonesia dari Inggris, Bagus Muljadi; dan dari Malaysia, Irwandi Jaswir.Menariknya, acara diskusi ini dihelat di salah satu tempat bersejarah di Kota Bandung, yakni sebuah museum yang dikenal dengan Gedung Indonesia Menggugat. Para peserta yang didominasi oleh peserta program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) itu pun tampak antusias dan aktif selama acara berlangsung. Materi pertama, disampaikan oleh Dirjen Dimyati mengenai perkembangan iklim riset di Tanah Air. Saat ini, ucap dia, di tingkat Asia Tenggara, jumlah publikasi internasional Indonesia terindeks Scopus sudah di posisi kedua setelah Malaysia dengan 18.857 publikasi."Perkembangan riset, khususnya publikasi internasional sudah semakin baik. Potensi kita juga sangat besar. Tetapi kita masih bicara kuantitas. Padahal, di sisi lain kualitas pun penting. Bukti belum maksimal kualitasnya adalah jumlah sitasinya belum tinggi,” ujar Dirjen Dimyati.Terkait upaya peningkatan kualitas publikasi, Kemenristekdikti telah melakukan berbagai terobosan. Menurut Dirjen Dimyati, kolaborasi riset dengan ilmuwan luar negeri akan ditingkatkan, di antaranya melalui program World Class Professor (WCP). Program ini merupakan inisiasi dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti yang dilakukan sejak tahun 2017."WCP sejauh ini sedang menunggu peluncurannya, diharapkan dengan program ini ada kolaborasi riset sehingga setidaknya ada publikasi ilmuwan Indonesia masuk di berbagai jurnal riset bergengsi," tuturnya.Menanggapi materi Dirjen Dimyati, Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus Ketua Terpilih ALMI, Alan Koropitan mengungkapkan bahwa dosen dan peneliti menyumbang peranan besar terhadap peningkatan publikasi. Oleh sebab itu, profesi ini perlu menjadi daya tarik oleh banyak orang. Di sisi lain, ALMI sendiri telah memiliki sebuah agenda ilmu pengetahuan untuk 100 tahun indonesia merdeka yang dituangkan dalam buku Sains45."Jangan sampai orang-orang yang ditempatkan di litbang atau research justru merasa 'terbuang'. Sebaliknya, posisi tersebut harus dianggap prestisius. Sehingga menurut saya untuk mendongkrak kualitas dan kuantitas publikasi itu sendiri perlu adanya reformasi pada lembaga litbang," ucap Alan.Pada kesempatan tersebut Alan juga menyampaikan apresiasinya terhadap para peserta PMDSU. Menurut dia, sebagai calon Doktor muda Indonesia, mereka tidak cukup hanya unggul dalam penelitian, tetapi juga berpikir tentang bagaimana menyelesaikan permasalahan bangsa dengan ilmu pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki. Hal ini senada dengan pendapat Ketua AIPI, Prof Sangkot Marzuki di mana generasi muda harus mampu menjawab tantangan bangsa, khususnya di era revolusi industri 4.0. Pasalnya, saat ini sudah tidak ada ruang-ruang penyekat antar negara. Ilmuwan Indonesia pun harus mampu disandingkan dengan ilmuwan-ilmuwan kelas dunia."Budaya sains ini yang diperkuat. Ilmu pengetahuan itu tujuannya untuk mencari kebenaran secara sains. Indonesia sendiri memiliki sejarah panjang terkait pengembangan ilmu pengetahuan. Potensi sumber dayanya pun besar, seperti halnya flora dan fauna di wilayah Sulawesi yang sangat berbeda baik dari Asia atau pun Australia," sebut Prof Sangkot.Diskusi semakin seru ketika ilmuwan diaspora Indonesia, Irwandi Jaswir menceritakan pengalamannya menjadi seorang ilmuwan. Perjuangannya meneliti Halal Science selama kurang lebih 20 tahun kini mulai diakui dan disorot oleh dunia. Baru-baru ini, pria asal Bukit Tinggi itu meraih penghargaan bergengsi dari Arab Saudi, yakni King Faisal International Prize kategori Berjasa untuk Islam. "Saya tentu bangga atas capaian ini, apalagi pemberian penghargaan ini diberikan langsung oleh Raja Salman. Ini membuktikan bahwa menjadi seorang scientist itu juga dapat berkontribusi untuk dunia," terangnya.Saat ini, Irwandi Jaswir pun mendapat berbagai undangan untuk melatih dan memberikan pembekalan atau kuliah umum terkait Halal Science. Ke depan, dia pun ingin terus mengembangkan dan memperdalam risetnya tersebut. Dia berharap ceritanya sebagai ilmuwan dapat memginspirasi para mahasiswa program PMDSU. Para pembicara sendiri berpendapat bahwa program PMDSU mampu membangun iklim akademis yang kompetitif dan inovatif. Tak hanya itu, PMDSU juga mampu menciptakan seorang ilmuwan yang berkualitas serta memiliki daya saing internasional, hingga mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan mewujudkan pendidikan yang mensejahterakan bagi bangsa dan negara.PMDSU merupakan program yang memberikan kesempatan kepada perguruan tinggi untuk mengeksplorasi dan merealisasi peluang untuk mendidik sarjana unggul melalui percepatan studi magister dan doktor. Memasuki batch ketiga, program ini pun dinilai efektif lantaran dengan biaya yang relatif lebih murah ketimbang menyekolahkan karyasiswa ke luar negeri, para lulusan PMDSU sanggup mencapai berbagai prestasi. Bahkan, mereka mampu menerbitkan publikasi internasional lebih dari dua selama studi. Di sisi lain, PMDSU juga menjadi cara terbaik untuk regenerasi dosen-dosen hebat. Salah satu lulusan yang populer pada program ini adalah Grandprix T.M. Kadja. Pada usianya yang baru menginjak 24 tahun, dia dinobatkan sebagai Doktor termuda di Indonesia. Kesuksesan Grandprix inilah, serta cerita inspiratif dari berbagai narasumber yang diharapkan mampu menjadi teladan untuk kemajuan pendidikan tinggi dan penelitian Indonesia. (*)