Dari perbincangan itu, KH Wahab Chasbullah pun memberikan saran agar Presiden pertama Tanah Air itu membuat sebuah acara silaturahmi untuk semua kalangan elit politik setelah hari raya Idul Fitri.
Hal itu pun langsung disetujui oleh Ir. Soekarno.
Kendati begitu, ia kurang setuju dengan menyebutan 'Silaturahmi' yang tampak sudah biasa.
Kemudian, KH Wahab pun menjelaskan alur mengenai nama dari acara tersebut yang berawal dari pemberontakan dan kemudian para elit politik saling menyalahkan.
Ia menegaskan bahwa tindakan saling menyalahkan ini adalah sebuah dosa yang haram dilakukan.
KH Wahab pun menjelaskan mengenai 'Thalabu halal bi thariqin halal', yang berarti sebuah cara menyelesaikan masalah dengan cara saling memaafkan.
"Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram," ujarnya.
"Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah 'halal bi halal," jelasnya pada Bung Karno.
Alur penjelasan itu pun akhirnya mengerucut ke sebuah nama yakni 'Halal bi Halal'.
Sejak saat itu, masyarakat Indonesia pun selalu menggelar acara halal bi halal untuk saling memaafkan satu sama lain setelah salat Idul Fitri.
(*)