Laporan Wartawan Grid.ID, Annisa Dienfitri
Grid.ID - Pilu, seorang algojo atau petugas pelaksana eksekusi hukuman mati menuturkan tugasnya saat harus menghilangkan nyawa terpidana.
Hanya menjalankan tugas sebagai anggota tentara, sang algojo menyerahkan urusan dosa pada Tuhan.
Melansir Intisari, hukuman mati di Indonesia sudah dijatuhkan pada beberapa terpidana kasus narkoba, bahkan sudah ada yang pada tahap eksekusi.
Pemerintah Indonesia menetapkan lokasi eksekusi hukuman mati dilakukan di kompleks penjara pulau Nusakambangan yang terletak di lepas pantai Cilacap, Jawa Tengah.
Penjara Pulau Nusa Kambangan dapat menampung lebih dari 1.500 narapidana, termasuk mereka yang ditahan karena perdagangan narkoba dan terorisme.
Penjara Pulau Nusakambangan yang memiliki keamanan tingkat tinggi, yang dikenal oleh penduduk setempat sebagai Pulau Hantu.
Ada beberapa urutan untuk proses eksekusi para terpidana hukuman mati.
Sebelum dieksekusi, para terpidana mati biasanya ditempatkan di ruang isolasi terlebih dahulu.
Sebelum memasuki sel isolasi, mereka akan diberitahu kapan mereka akan dieksekusi dan diminta untuk menentukan 'tiga permintaan terakhir'.
Menurut hukum Indonesia, narapidana harus diberitahu kapan eksekusi mereka akan terjadi setidaknya 72 jam sebelum eksekusi hukuman mati dilakukan.
Adapun tugas dari eksekusi itu sendiri dilakukan melalui regu tembak.
Dilansir dari The Guardian, seorang tentara yang menjadi bagian dari regu tembak telah membagi kisahnya.
"Menarik pelatuk adalah bagian yang mudah, bagian terburuk adalah sentuhan kemanusiaan," katanya.
Satu tim ditugaskan untuk mengawal dan membelenggu para tahanan, tim kedua adalah regu tembak.
Lima petugas Brimob ditugaskan untuk masing-masing tahanan, untuk mengawal mereka dari sel isolasi di tengah malam dan menemani mereka ke tempat terbuka.
Algojo mengatakan bahwa terpidana dapat memilih untuk ingin menutupi wajah mereka sebelum mereka diikat.
Beberapa saat sebelumnya, terpidana juga memiliki pilihan untuk mencari penasihat agama.
Menggunakan tali tambang, petugas sebisa mungkin menghindari berbicara dengan tahanan saat mengikat tangan mereka di belakang punggung ke tiang.
Tahanan juga bebas menentukan apakah eksekusi ingin dilakukan dengan berlutut atau berdiri, sementara petugas memperlakukan mereka dengan lembut.
Algojo hanya mengatakan, 'maaf, saya hanya menjalankan perintah.'.
Dalam kegelapan malam, obor akan menyinari sebuah lingkaran, berdiameter 10 sentimeter yang menyelimuti hati mereka.
Pasukan penembakan, yang terdiri dari 12 petugas Brimob, akan berada lima hingga 10 meter jauhnya dan akan menembakkan M16 mereka saat diberi perintah.
Algojo dipilih untuk regu tembak berdasarkan kemampuan menembak dan kebugaran mental serta fisik mereka.
Tapi ternyata semuanya jauh lebih rumit dari itu.
Sebagai bagian dari regu tembak, petugas menggambarkan pengalamannya dengan detasemen.
"Kami baru saja masuk, mengambil senjata, menembaknya, dan menunggu kematian itu selesai."
"Sekali 'dor' dari pistol kita tunggu 10 menit, jika dokter menyatakan dia meninggal maka tugas selesai," katanya.
Mayat-mayat pun diangkut ke tempat di mana mereka dimandikan untuk kemudian ditempatkan di peti mati atau dirawat sesuai dengan tradisi agama masing-masing.
Menjelaskan proses eksekusi, petugas mengatakan dia melihat perannya sekadar menjalankan perintah.
"Aku terikat sumpahku sebagai seorang tentara," katanya.
“Tahanan itu melanggar hukum dan kami menjalankan perintah. Kami hanya pelaksana. Pertanyaan apakah itu dosa atau bukan, itu tergantung Tuhan."
Setelah melakukan eksekusi, para algojo ini menjalani tiga hari kelas yang mencakup bimbingan spiritual dan bantuan psikologis.