Find Us On Social Media :

Pameran Seni Kabar Bumi Setengah Windu: Refleksi Manusia Atas Perubahan di Tengah Era Pandemi

By Grid, Jumat, 13 Mei 2022 | 17:03 WIB

Pameran Seni Kabar Bumi Setengah Windu

Grid.ID - Badan Kesehatan Dunia secara resmi mendeklarasikan COVID-19 sebagai pandemi pada tanggal 9 Maret 2020.

Pandemi COVID-19 berdampak pada berbagai bidang, baik pada aspek ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan lingkungan yang justru memberikan dampak negatif dan positif.

Dari dampak yang terjadi tentu terselip berbagai macam hikmah di dalamnya.

PameranKabar Bumi Setengah Windu” merupakan bentuk refleksi manusia atas perubahan Bumi yang belum banyak disadari oleh masyarakat luas.

Pameran ini akan menampilkan keadaan Bumi pada pra-pandemi hingga era-pandemi serta harapan untuk Bumi pasca-pandemi.

“From Art to Earth Through a Heart” yang memiliki arti Dari Seni Untuk Bumi Melalui Hati merupakan slogan dari pameran ini.

Setelah melewati proses kurasi selama kurang lebih tiga bulan, tim pameran berhasil mengumpulkan beberapa seniman sekaligus aktivis lingkungan untuk berpartisipasi.

Ada Alif Edi Irmawan selaku penggiat seni yang banyak membahas isu-isu lingkungan dalam setiap karyanya.

Baca Juga: Kompas Gramedia Sukses Gelar Kartini Fitri KG, Jadi Wadah Berekspresi hingga Menjawab Semua Kebutuhan Perempuan

Lalu ada Muhammad Shodiq, seorang penggiat lingkungan dan seniman yang menciptakan karya-karya seninya dari hasil tembakau yang berasal dari Probolinggo.

Selain itu, dalam pameran ini terbagi menjadi tiga pilar besar yang menyuguhkan perjalanan kehidupan manusia pada era pra-pandemi dimana sebelum pandemi virus Corona mencuat Bumi sudah dihadapkan dengan adanya krisis lingkungan akibat pemanasan global.

Alif Edi Irmawan memberikan pengingat melalui lukisannya yang bertakjub Proyek Bibit Unggul yang membahas masalah krisis lingkungan ditengah pembangunan yang semakin berkembang pesat.

Melalui karya seninya, Alif mengingatkan kita bahwa kita perlu menyiapkan bekal untuk hari esok demi terjaganya keseimbangan alam.

Pada era pandemi yang dilihat membawa banyak perubahan yang cukup signifikan pada tatanan hidup masyarakat.

Pembatasan fisik yang dibantu dengan bantuan teknologi, beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan baru.

Namun di balik itu semua, seniman Rifkki Arrofik menampilkan karyanya yang berjudul Cross Pseudo Zone and Reality in the Window memberikan makna bahwa dengan adanya social distancing justru memberikan dampak baik karena secara tidak langsung menjaga satu sama lain.

Intinya, terkurung sekaligus terlindung.

Baca Juga: Jangan Lewatkan, Pameran Seni Rupa Koleksi Bentara Budaya Bertajuk Gores Garis Perempuan, Catat Tanggalnya ya!

Sama halnya dengan seniman Kurt A. Hoesli yang menceritakan dirinya saat kunjungannya ke Indonesia dan dihadapkan pada situasi lockdown di berbagai penjuru dunia.

Membuatnya dihadapkan dengan pilihan keputusan bertahan di Indonesia atau kembali ke negara asalnya di Swiss.

Dengan karyanya berjudul Kunci Menerangi Jalan, ia menceritakan pilihannya tersebut dengan sebuah ikon kunci berbentuk keris yang memiliki kekuatan magis di dalamnya.

Bahwa di setiap perjalanan hidup, keputusan yang diambil akan selalu membawa makna di dalamnya.

Pada bagian harapan, seniman Diah Yulianti mengekspresikan perasaannya pada pandemi saat ini yang banyak merenggut nyawa manusia dengan makhluk tidak tampak namun mematikan, virus Corona.

Melalui karyanya berjudul Yang Pulang, Tumbuh, menceritakan bahwa dengan kembalinya para roh kepada Sang Kuasa juga meninggalkan bibit-bibit baruyang menjadi generasi penerusnya.

Dilambangkan dengan bunga matahari yang memiliki ribuan serbuk di dalamnya dan selalu mengikuti arah matahari untuk mendapatkan sinar bagi serbuk mahkotanya.

Mengartikan bahwa, generasi baru merupakan akar yang kuat dalam kemajuan era peradaban baru.

Baca Juga: Sendiri di Pelaminan saat Hari Bahagianya, Wanita Ini Berusaha Menahan Tangis saat Sesi Foto Setelah Ditinggal Pengantin Pria, Ternyata Begini Fakta Aslinya

Pameran ini juga menampilkan karya seniman Muhammad Fauzan dengan karyanya berjudul She’s Not Pink.

Denny Saiful Anwar dengan karyanya berjudul Me and My Thought, Muhammad Shodiq dengan karyanya berjudul Peralihan dan Ilham Karim dengan karyanya berjudul A Bigger Splash yang turut serta mengulik keadaan Bumi dalam empat tahun terakhir ini.

Dengan adanya pameran ini, diharapkan manusia mampu merefleksikan kehidupannya bersama makhluk sosial lainnya.

Hari Bumi tidak hanya berbicara soal lingkungan dan Bumi itu sendiri, namun juga isinya.

Kita hanya memiliki satu Bumi yang harus dijaga dan diselamatkan.

Manusia sebagai poros kehidupan di Bumi, wajib berperan untuk merawat Bumi melalui hati, intuisi dan pemikiran kritis terhadap ancaman keberlangsungan Bumi dan seisinya.

Kehadiran kesenian adalah keniscayaan sebagai salah satu jalan agar manusia mampu merefleksikan dan menyeimbangkan kehidupan, termasuk keberlanjutan bagi Bumi dan segala isinya.

(*)