“Ini adalah tanah yang digarap oleh tiga generasi selama hampir satu abad, oleh kakek saya, ayah saya, dan saya sendiri. Saya ingin terus tinggal di sini dan bertani,” kata Shito kepada AFP, beberapa tahun lalu.
Pesawat terbang di atas kediamannya selama 24 jam sehari dan satu-satunya cara untuk keluar dari sana adalah lewat terowongan bawah tanah.
Kedua landasan pacu bandara itu seharusnya melewati tanah Takao Shito.
Namun, karena Shito bersikeras tidak menjual tanahnya, landasan pacu didesain sedemikian rupa.
Perjuangannya telah menjadi simbol hak-hak sipil.
Ratusan sukarelawan dan aktivis bersatu mendukungnya selama bertahun-tahun.
Artikel ini telah tayang di iDEA Online dengan judul Ada-ada Saja, Ternyata di Jepang Ada Rumah yang Berlokasi Tepat di Tengah Bandara, Pemiliknya Tolak Uang Sebesar Rp 25 Miliar
(*)