Laporan wartawan Grid.ID, Citra Kharisma
Grid.ID - Kepala BASARNAS Marsekal Masya TNI Hendri Alfiandi menanggapi kasus hilangnya anak Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Emmeril Kahn.
Hendri menyebut bahwa dirinya sempat memantau metode yang digunakan tim pencarian Emmeril kahn di Swiss.
Menurutnya, metode yang digunakan cukup manual, mengingat salah satu cara yang digunakan tim SAR Swiss adalah dengan metode pencarian boat search.
Boat search adalah salah satu metode yang biasa dilakukan yakni dengan melihat kondisi dalam air dengan menggunakan teropong kaca.
Akan tetapi, karena kondisi air yang cukup keruh akibat melelehnya gletser.
"Kalau masalah sekarang itu belum bisa ditemukan, perlu diingat bahwa air yang deras itu adalah hasil dari cairan atau lelehan gletser."
"Sehingga ini kan sudah menjelang musim panas kan, jadi kuat."
"Memang jernih, tapi jernihnya itu jernih yang dari lelehan salju itu tidak begitu bening, kelihatannya saja, dan dingin sekali," ujar Marsekal Madya TNI Hendri Alfiandi, Kepala BASARNAS, dikutip dari YouTube Intens Investigasi, Jumat (3/6/2022).
Melihat kondisi air yang deras dan cukup keruh, Hendri merasa jika metode boat search seharusnya diganti dengan metode yang lebih canggih.
Contohnya dengan kapal berteknologi radar yang dapat mencari orang hilang melalui aliran sonar.
Sehingga mengandalkan metode visual seharusnya tidak dijadikan satu-satunya cara untuk mencari keberadaan Eril.
"Sistem pencariannya kalau saya lihat dia by visual, dia menggunakan teropong air, sedangkan di Indonesia kita sudah pakai teknologi radar, jadi kita mencari itu dengan sonar,"
"Saya kemarin memperhatikan metode pencarian di sana manual sekali menurut saya."
"Dia pakai kaca di taruh di ujung kapal gitu, terus ada seperti teropong kaca terus ditaruh di bawah gitu, makanya dia kesulitan ketika airnya keruh."
"Dia metodenya selama ini begitu, orang tenggelam itu dicarinya begitu, kondisi sekarang karena gletsernya mencair dan keruh, dia gak bisa menemukan itu."
"Harusnya pakai device-device yang lebih canggih lagi, sambungnya.
Kendati begitu, Hendri menyebut bahwa kemungkinan alam lainnya bisa saja terjadi.
Seperti tersangkut bebatuan atau hanyut ke muara yang lebih dalam, pihaknya hanya bisa memprediksi secara singkat karena tidak mengetahui medan sungai Aare.
"Di sana ada pernyataan kalau 99,9 persen itu (ditemukan setelah) 3 minggu kan, ya itu menunggu dekomposit itu kalau memang itu beliaunya (terjadi) yang tidak kita inginkan, itu mungkin permasalahannya sampai sekarang belum bisa ditemukan."
"Kita gak tahu apakah itu tersangkut di batu-batuan apakah itu hanyut sampai jauh, kita belum tahu."
"Kita kan tidak hafal kontur di sana seperti apa," tutur Hendri.
(*)