Grid.ID – Salah satu hewan buas yang biasa menyerang manusia adalah buaya.
Bahkan banyak kasus yang menunjukkan keganasan buaya yang menyerang manusia sampai tewas.
Meski jadi hewan ganas dan berbahaya, penduduk desa satu ini justru berhasil hidup berdampingan dengan buaya!
Kok bisa?
Penduduk percaya perjanjian kuno ini yang membuat buaya dan manusia di desa itu bisa hidup berdampingan.
Melansir mStar, Senin (13/6/2022), fenomena tersebut terjadi di Sungai Kesang, Saya Laut, Johor Tangkak, Malaysia.
Keberadaan buaya di wilayah ini tak pernah dianggap sebagai ancaman.
Mereka tidak pernah mengganggu manusia yang memiliki aktivitas di sungai tersebut.
Dikatakan, ada sekitar 100 buaya di sungai tersebut dan beberapa diantaranya ada yang memiliki panjang hingga 20 meter.
Ketua Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Kesang, Rosman Selamat (48), mengatakan buaya tidak pernah memprovokasi nelayan yang melintas hendak ke laut.
Karena fakta bahwa manusia juga tidak pernah mengganggu populasi buaya di sungai Kesang.
"Sejak kecil, kita tahu keberadaan buaya di sungai ini, jadi ketika dewasa dan menjadi seorang nelayan, sudah tahu yang akan terjadi jika melintas sungai," katanya.
"Faktanya, kami belum pernah menemukan ada penduduk desa yang memiliki konflik dengan buaya, karena buaya seperti teman kita," lanjutnya.
"Puluhan tahun kita bekerja, konsekuensinya harus timbul, tetapi mereka tidak memberikan ancaman," tambahnya.
Menurut cerita lama yang berkembang, nelayan sebelumnya pernah membuat perjanjian dengan buaya di sungai Kesang.
Mereka melepaskan buaya yang tertangkap dalam kandang, kemudian melepaskan buaya yang terjebak dalam jaring, sedangkan buaya tidak akan menyerang manusia.
"Jadi buaya dewasa tidak akan mengganggu nelayan. Itu selalu saya katakan kepada para nelayan untuk melepaskan jaring yang menjebak buaya," katanya pada mStar.
Seolah-olah untuk menghormati nelayan yang hendak ke laut, buaya tersebut melarikan diri ketika suara mesin kapal mulai berbunyi.
"Kami tidak perlu repot memasang jebakan, karena buaya tidak akan mendekati kami," katanya.
"Begitu dia mendengar suara mesin, mereka akan menghilang dan pergi ke tempat lain, konseskuensinya hanya mereka akan muncul saat mesin dimatikan," tambahnya.
"Namun, mereka juga tidak akan menyerang kami, bahkan tidak mendekat," terangnya.
Sayangnya fenomena itu terjadi empat tahun lalu, fenomena ini mulai berubah.
Akhir-akhir ini buaya tampaknya telah mengubah sikap, karena habitat mereka mulai terusik dengan Hulu Sungai Kesang yang dihancurkan, karena proyek irigasi.
Dulu mereka sering terlihat dan menampakkan diri, dan bahkan puluhan telur buaya sering ditemukan.
Namun, kini mereka sudah jarang terlihat, Rosman menyampaikan kekhawatirannya kepada nelayan ketika reptil sekarang sering menampakkan diri di dermaga.
Hal itu tentu berbahaya karena, nelayan terkadang mencuci perahu mereka di dermaga pada malam hari.
Untuk memastikan keselamatan para nelayan, Departemen Satwa dan Taman Nasional memasang tanda peringatan kepada publik dan juga pengunjung.
Meski demikian, hingga saat ini belum ada penduduk sekitar yang menjadi korban buaya.
"Keuninakan dari fenomena ini sebenarnya dapat mendorong nelayan untuk meningkatkan pendapatan jika menyediakan layanan pengankut perahu," Abdul Alim Shukor, petugas setempat.
"Hewan-hewan ini tidak akan menyerang jika cukup makan, dan mungkin buaya tidak akan pernah mengganggu manusia," tambahnya.
Namun, dia menyarankan pengunjung sungai untuk tetap menjaga kebersihan dan tidak mengganggu buaya.
Artikel ini telah tayang di Intisari online dengan judul, “Unik, di Kampung Ini, 'Buaya dan Manusia' Hidup Rukun, Konon karena Sebuah Perjanjian di Masa Lalu”
(*)