"Bukanlah Eril di New York yang berada jauh di seberang, mengapa tidak jika wafat di Swiss yang jauhnya tidak berbilang? Bukankah tiap sejengkal tanah adalah milik Allah yang menentukan segala pergi dan pulang?" kata dia.
"Luncuran doa yang dipanjatkan dari berbagai penjuru negeri adalah limpahan pertanda yang lebih dari cukup untuk kami untuk yakin barangkali Allah memang yang menghendaki agar kepulangannya disambut oleh langit dan bumi," lanjutnya.
Ia pun mengungkap pengakuan menyayat hati jika kepergian Eril menjadi sebuah kesedihan yang teramat dalam baginya.
"Kematian Eril merupakan kehilangan yang sungguh dahsyat. Dalam momentum waktu yang nyaris sejajar, kami merasakan kehilangan yang paling besar."
"Tapi seketika itu juga, kami merasa dilimpahi kasih yang akbar," kata Ridwan Kamil.
(*)