Menurut Abdul Sobur, ini merupakan angka pertumbuhan terbesar dalam 10 tahun terakhir.
Pejabat Fungsional Pembina Industri pada Direktorat Industri Kecil dan Menengah Pangan, Mebel, dan Bahan Bangunan, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Tri Harsono, juga optimis bahwa penyelenggaraan IFEX 2022 akan berdampak positif terhadap industri mebel Indonesia, sehingga pasar mebel Indonesia dapat terus tumbuh baik secara nasional maupun mancanegara.
“Kami dari Kementerian Perindustrian terus berkomitmen untuk mendukung gelaran pameran IFEX yang menjadi representatif terbesar industri mebel dan kerajinan indonesia. Industri ini merupakan salah satu sektor yang berpotensi untuk terus dikembangkan dengan berbagai inovasi teknologi dan kreativitas karena didukung dengan ketersediaan sumber daya alam di dalam negeri” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya memanfaatkan teknologi untuk membantu para pelaku industri mengembangkan produk dan pasar mereka baik pasar lokal maupun pasar global.
Secara global, industri mebel nasional mampu bersaing karena menghadirkan berbagai produk yang sangat beragam dan inovatif.
Hal ini terbukti bahwa selama periode 2020 hingga 2021 nilai ekspor mebel nasional mengalami pertumbuhan dan mampu memberikan kontribusi terhadap devisa negara.
Di sisi lain, Abdul Sobur mengungkapkan ekspor mebel dan kerajinan masih memiliki tantangan di masa pandemi ini, yaitu pengiriman yang terhambat karena lonjakan biaya logistik akibat kelangkaan kontainer dan berkurangnya space di kapal.
“Pertumbuhan yang berhasil dicapai industri mebel dan mebel pada tahun 2021 seharusnya bisa lebih besar apabila kebutuhan kontainer dan ketersediaan space cargo kapal selama tahun 2021 dapat teratasi,” ujar Sobur.
HIMKI sendiri memiliki target ekspor US$5 miliar, setara Rp80 triliun per tahun, pada 2024.
Kontribusi terbesar produk mebel ditempati oleh produk wooden furniture yakni 56,60%, rattan furniture 6,60% dan metal furniture 3,79%.
Untuk negara tujuan ekspor mebel yang terbesar masih Amerika Serikat sebesar 54,04%, Jepang 7,15%, Belanda 4,95%, dan Jerman 3,82%.