Find Us On Social Media :

Modus Ritual Mandi Kembang Demi Hilangkan Aura Negatif dan Tambah Kekayaan, Ibu Muda Malah Jadi Korban Pelecehan Seksual Dukun Asal Bandung

By Annisa Marifah, Selasa, 26 Juli 2022 | 18:49 WIB

Ilustrasi mandi kembang

Laporan Wartawan Grid.ID, Annisa Marifah

Grid.ID — Praktik perdukunan kerap dijadikan sebagai modus pelecehan seksual, seperti halnya yang dilakukan dukun asal Bandung ini.

Dilansir Grid.ID dari TribunewsBogor.com pada Selasa (26/7/2022), dukun penipuan bernama Soleh Bangbang (52) berhasil memperdaya korban.

Kejadian bermula saat korban ibu muda berinisial RD (28) berkonsultasi dengan Soleh Bangbang.

Pelaku melancarkan aksinya dengan menyebut bahwa tubuh korban dipenuhi aura negatif sehingga kerap ketiban sial.

Korban pun diminta dan diyakinkan untuk mengikuti berbagai ritual seperti mandi kembang agar aura negatif itu menghilang.

Ia menyebut bahwa dengan ritual ini aura negatif hilang, kekayaan serta kemudahan hidup, hingga keberuntungan bisa didapatkan.

Kasatreskrim Polres Cimahi, AKP Rizka Fadila mengungkap bahwa pelaku mengaku bisa merubah aura seseorang dengan mandi kembang.

"Selain itu, pelaku juga mengaku bisa merubah rezeki seseorang yang tadinya seret menjadi lancar atau bisa mendapat kekayaan," ujar Rizka Fadila.

Baca Juga: Baru 7 Ajudan yang Bakal Diperiksa, Komnas HAM Tidak Tutup Kemungkinan Panggil Staff Irjen Ferdy Sambo Lainnya

"Dengan hasil penerawangannya itu, pelaku meyakinkan korban bisa merubah auranya menjadi lebih baik dengan beberapa ritual," lanjutnya.

Korban terpedaya dan melakukan ritual mandi kembang dengan Soleh Bangbang sebanyak tiga kali.

Terakhir terjadi pada 20 Mei 2022 lalu sekitar pukul 01.00 WIB di Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Saat itulah korban menyadari bahwa ia telah dilecehkan oleh Soleh Bangbang.

"Pelaku dengan korban sudah melakukan ritual sebanyak tiga kali. Namun, dalam prosesnya korban menyadari bahwa pelaku ini telah memanfaatkan kondisi korban," kata Rizka Fadila.

Korban pun mengadu ke suaminya dan melaporkan dukun penipu itu ke anggota Polsek Cikalongwetan.

Dukun palsu ini pun diamankan polisi dan terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara karena tindak kekerasan seksual.

Melansir Kompas.com, beberapa penelitian mengungkap mengapa banyak orang yang masih mempercayai praktik klenik, dukun, dan paranormal di era modern ini.

Psikolog mengatakan bahwa manusia memang tak bisa terlepas dari kepercayaan akan takhayul dan cerita lama.

Baca Juga: Viral Video Detik-detik Penangkapan 5 Pelaku Penembakan Istri TNI di Semarang, Eksekutor Ngaku Diberi Imbalan Rp 120 Juta Untuk Hilangkan Nyawa Korban, Warganet Auto Geram: Jahat Banget!

Saat mempercayai takhayul, kekuatan gaib, dan hal mistis semacamnya membuat manusia merasakan kesenangan dari menemukan sesuatu yang tidak bisa dipecahkan.

Otak manusia disebut memang selalu berusaha mencari jawaban dan makna di balik peristiwa yang terjadi.

Kepercayaan pada paranormal dan dukun ini dipercayai menjadi semacam perisai untuk mencari jawaban, misalnya saja saat terjadi kematian, kehilangan pekerjaan, bencana alam, dan sebagainya.

"Ini adalah keadaan yang tidak menyenangkan," ungkap Jennifer Whitson seorang psikolog dari University of Texas.

"Saat kita tidak dapat mengendalikan situasi, kita akan mengaitkannya dengan hal-hal di sekitar kita," lanjutnya.

Adam Waytz di Northwestern University di Illinois menjelaskan bahwa fenomena mempercayai dukun dan paranormal ini bisa dikaitkan dengan anthropmorphism.

Anthropomorphism adalah pandangan terhadap makhluk bukan manusia yang memiliki kemampuan seperti manusia.

Contohnya saja seperti adanya roh saat badai yang bisa menyebabkan sakit, atau saat dahan pohon menyentuh daun jendela, kita berpikir ada hantu yang ingin mengirimkan pesan.

Atau bahkan kemampuan makhluk ghaib untuk menggandakan uang hingga pesugihan, hingga tubuh ketempelan yang menyebabkan sakit.

Baca Juga: Opini Liar Kasus Kematian Brigadir J Dinilai Ganggu Penyelidikan, Komnas HAM Panggil Tim Forensik

"Manusia menciptakan kepercayaan pada hantu karena manusia tidak percaya bahwa alam semesta itu tanpa tujuan," kata Waytz.

(*)