Find Us On Social Media :

Ruben Onsu Idap Empty Sella Syndrome, Kenali Gejala Penyakit Langka yang Menyerang Otak, Apakah Bisa Sembuh?

By Novita, Kamis, 28 Juli 2022 | 08:03 WIB

Ruben Onsu dan ilustrasi otak

Grid.ID - Ruben Onsu idap empty sella syndrome hingga harus menjalani pengobatan di rumah sakit Singapura.

Mengetahui Ruben Onsu idap empty, Jordi Onsu sang adik sampai rela meninggalkan pekerjaannya di Tanah Air demi mendampingi sang kakak.

Tak hanya itu, lantaran Ruben Onsu idap empty sella syndrome Sarwendah memberikan semangat demi kesembuhan sang suami.

Semangat dari Sarwendah untuk Ruben Onsu terlihat dalam unggahan Instagramnya.

“We love you so much @ruben_onsu,” tulis Sarwendah yang dikutip Kamis (28/7/2022).

Sebagaimana diketahui, Ruben sempat terang-terangan mengungkap penyakit yang dideritanya.

“Jadi kemarin itu aku udah MRI jadi ada bercak-bercak putih di bagian otak A' dan yang kedua juga ada Empty Sella Syndrome," ungkap Ruben Onsu kepada Irfan Hakim dikutip Grid.ID tayangan YouTube Trans 7 Official, Selasa (19/7/2022) lalu.

Tak hanya itu, Ruben juga mengatakan kondisinya yang janggal lantaran kehilangan penglihatan akibat kondisi yang terlalu dingin.

"Gue bisa nggak ngeh, matanya udah kayak buram, kabur gitu, kaku kayak gak bisa bergerak gitu, badannya gak bisa bergerak," tutur Ruben Onsu.

Baca Juga: 'Terlihat Pucat Karena Darahnya Berkurang' Ayu Ting Ting Ungkap Kondisi Ruben Onsu yang Alami Perubahan Warna Kulit saat Jatuh Sakit, Begini Pengakuannya Tentang Kondisi Suami Sarwendah!

Meskipun kondisinya seperti itu, presenter 38 tahun itu memilih untuk merahasiakannya.

Lantas apa itu empty sella syndrome, penyakit pada bagian otak yang dialami Ruben Onsu?

Melansir dari laman Web MD, empty sella syndrome merupakan penyakit langka yang menyerang bagian sella turcica.

Sella turcica merupakan celah kecil tulang di dasar otak yang menahan dan melindungi kelenjar pituitari yang letaknya ada di dalam tengkorak.

Kelenjar pituitari yakni kelenjar yang berfungsi untuk mengontrol bagaimana hormon bekerja di tubuh, sehingga penting bagi kesehatan.

Sementara kondisi empty sella syndrome terjadi ketika sella turcica terbentuk tidak sempurna sehingga menyebabkan cairan otak masuk dan mengisi ruangan tersebut.

Cairan otak itu akan mendorong kelenjar pituitari, sehingga saat dilakukan pemeriksaan MRI kelenjar pituitari tampak mengecil atau menghilang. Kondisi inilah yang disebut empty sella syndrome atau ESS.

ESS cenderung lebih banyak dialami oleh wanita daripada pria.

Selain itu, ESS juga umum terjadi pada orang-orang yang mengalami obesitas atau tekanan darah tinggi.

Baca Juga: Tak Silau Harta Jadi Artis Tajir yang Punya Istana Rp 79 Miliar, Ruben Onsu Santuy Traktir Para Kru TV Beli Jajan di Minimarket, Suami Sarwendah Malah Bingung Gegara Hal Ini

Berdasarkan penyebabnya, ESS dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

ESS primer: kelenjar pituitari yang mengecil tanpa diketahui penyebabnya. Kasus ini paling banyak ditemukan pada wanita dengan obesitas dan tekanan darah tinggi. ESS primer ditandai dengan akumulasi cairan otak di sella turcica.

ESS sekunder: kelenjar pituitari mengecil akibat mutasi genetik, kecelakaan, terapi radiasi, atau operasi.

Lantas apa gejala empty sella syndrome?

Umumnya, pasien ESS mengalami gejala-gejala sebagai berikut:

Sakit kepala

Tekanan darah tinggi

Mudah Lelah

Periode menstruasi tidak teratur pada wanita

Impotensi pada pria

Gairah seks rendah

Infertilitas

Walaupun bisa menurunkan kualitas hidup, penyakit empty sella syndrome tidak membahayakan jiwa dan tidak memengaruhi usia harapan hidup.

Baca Juga: Habiskan 7 Kantong Darah saat Dilarikan ke Rumah Sakit, Begini Kondisi Ruben Onsu yang Kini Jalani Pengobatan di Singapura yang Dikabarkan Jordi Onsu

Lantas apakah empty sella syndrome bisa sembuh?

Melansir dari laman Kompas.com, ESS hanya bisa dikontrol dengan melakukan perawatan guna mengurangi gejala yang dirasakan.

Perawatan itu dilakukan sesuai dengan kondisi seberapa parah gejala ESS yang dirasakan.

- Jika tidak merasakan gejala apapun, maka tidak perlu melakukan perawatan.

- Jika merasakan ketidakseimbangan hormon, konsultasi ke dokter agar mendapatkan obat-obatan untuk menggantikan hormon yang hilang, seperti kasus pasien hipopituitari.

- Jika cairan otak keluar dari hidung terus menerus, pasien mungkin perlu melakukan operasi.

(*)