Laporan Wartawan Grid.ID, Annisa Marifah
Grid.ID — Pelecehan seksual berkedok praktik perdukunan kembali terjadi di Tanah Air.
Dilansir Grid.ID dari TribunJogja.com pada Jumat (29/7/2022), pria di Ngawi berinisial JKI (46) telah melecehkan anak pasiennya sendiri.
Semua ini bermula saat ayah korban berobat ke dukun ini pada Februari 2020 karena mengalami gangguan gaib.
Berangsur-angsur sembuh, JIK pun semakin akrab dengan keluarga pasiennya itu termasuk korban yang saat itu berusia 17 tahun.
Awalnya korban menganggap JKI seperti ayah sendiri, hingga pelaku melancarkan aksinya perdaya korban.
“Semenjak saat itu korban dan tersangka mulai akrab dan korban sudah menganggap tersangka sebagai bapaknya sendiri," kata Dwiasi Wiyatputera, Kapolres Ngawi.
JKI pun melancarkan aksinya dengan modus membersihkan tubuh korban dari gangguan gaib.
Korban juga diancam akan terbunuh jika melaporkan aksinya ke orang lain hingga tak berani mengungkap kejahatannya.
Sejak usai 17 tahun hingga 19 tahun, korban pun telah dilecehkan sebanyak 200 kali hingga hamil.
"Tersangka mengancam, apabila korban memberitahukan perbuatannya kepada orang lain maka korban akan celaka dan akan menemui kematian," ujar Dwiasih.
"Karena ketakutan maka korban menuruti semua kemauan pelaku," imbuhnya.
“Dari pengakuan tersangka persetubuhan dilakukan kurang lebih 200 kali selama kurun waktu tersebut," lanjutnya.
Saat ketahuan hamil, korban pun mengungkap perbuatan bejat guru spiritual dan dukun itu ke orang tuanya.
Modus ilmu klenik dan praktik perdukunan menjadi salah satu modus kejahatan yang kerap terjadi di Tanah Air.
Melansir Kompas.com, ada teori yang menjelaskan mengapa seseorang percaya dengan praktik perdukunan dan ilmu gaib.
Jennifer Whitson, psikolog dari University of Texas, mengatakan bahwa manusia memang tak bisa terlepas dari kepercayaan akan takhayul dan cerita lama.
Mempercayai takhayul, kekuatan gaib, dan hal mistis semacamnya membuat manusia merasakan kesenangan dari menemukan sesuatu yang tidak bisa dipecahkan.
Otak manusia disebut memang selalu berusaha mencari jawaban dan makna di balik peristiwa yang terjadi.
Kepercayaan pada paranormal dan dukun ini dipercayai menjadi semacam perisai untuk mencari jawaban, misalnya saja saat terjadi kematian, kehilangan pekerjaan, bencana alam, penyakit, dan sebagainya.
"Ini adalah keadaan yang tidak menyenangkan," ungkap Whitson.
"Saat kita tidak dapat mengendalikan siituasi, kita akan mengaitkannya dengan hal-hal di sekitar kita," lanjutnya.
Adam Waytz di Northwestern University di Illinois menjelaskan bahwa fenomena mempercayai dukun dan paranormal ini bisa dikaitkan dengan anthropmorphism.
Anthropomorphism adalah pandangan terhadap makhluk bukan manusia yang memiliki kemampuan seperti manusia.
Contohnya saja seperti adanya roh saat badai yang bisa menyebabkan sakit, atau saat dahan pohon menyentuh daun jendela, kita berpikir ada hantu yang ingin mengirimkan pesan.
Atau bahkan kemampuan makhluk ghaib untuk menggandakan uang hingga pesugihan, hingga tubuh ketempelan yang menyebabkan sakit.
"Manusia menciptakan kepercayaan pada hantu karena manusia tidak percaya bahwa alam semesta itu tanpa tujuan," kata Waytz.
(*)