1. Tradisi di Yogyakarta
Di Yogyakarta, perayaan malam 1 Suro biasanya selalu identik dengan membawa keris, gunungan, dan benda pusaka sebagai bagian dari iring-iringan kirab.
Selain itu, ada tradisi mubeng beteng di Yogyakarta.
Dalam acara itu, para abdi dalem dan masyarakat umum melakukan tapa bisu atau mengunci mulut dengan tidak mengeluarkan kata-kata selama ritual.
Hal tersebut dimaknai sebagai upacara untuk mawas diri dan introspeksi atas apa yang dilakoni selama setahun ke belakang guna menghadapi tahun baru di esok pagi.
2. Perayaan Malam 1 Suro di Solo
Berbeda dengan di Yogyakarta, perayaan malam 1 Suro di Solo identik dengan melakukan kirab kebo (kerbau) bule yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat.
Kerbau yang mengikuti kirab bukan kerbau biasa. Melainkan, Kebo Bule Kyai Slamet.
Dalam buku Babad Solo karya Raden Mas (RM) Said, leluhur kebo bule adalah hewan klangenan atau kesayangan Paku Buwono II, sejak istananya masih di Kartasura, sekitar 10 kilometer arah barat keraton yang sekarang.
Menurut seorang pujangga kenamaan Keraton Kasunanan Surakarta, Yosodipuro, leluhur kerbau dengan warna kulit yang khas (putih agak kemerah-merahan) itu, merupakan hadiah dari Kyai Hasan Beshari Tegalsari Ponorogo kepada Paku Buwono II.
Saat itu, kebo bule diperuntukkan sebagai cucuk lampah (pengawal) dari sebuah pusaka keraton yang bernama Kyai Slamet saat beliau pulang dari mengungsi di Pondok Tegalsari ketika terjadi pemberontakan pecinan yang membakar Istana Kartasura.
(*)