"Kalau yang namanya permintaan maaf atau belasungkawa itu tidak bisa dipaksa," kata Kirdi Putra.
"Orang ketika benar-benar sedih, benar-benar minta maaf beda intonasinya, walau biasanya galak, tegas, lugas, itu beda sekali," imbuhnya.
Selain itu, Kirdi Putra juga menemukan kejanggalan pada salah satu kalimat yang diucapkan Irjen Ferdy Sambo dalam permintaan maafnya.
Kalimat yang dimaksud itu yakni pada bagian 'Namun semua itu terlepas dari apa yang telah dilakukan saudara Yosua kepada istri dan keluarga saya'.
"Di akhir kalimat yang ditampilkan, ada bagian bahasa yang menyebutkan seperti kata 'tapi, terlepas dari peristiwa atau perbuatan yang dilakukan'," kata Kirdi Putra.
"Model komunikasi verbal dan non verbal yang ditampilkan Irjen Sambo membuat masyarakat umum jadi bertanya-tanya, ini negara hukum bukan ya?" imbuhnya.
Menurutnya, kalimat yang diucapkan Irjen Ferdy Sambo itu menunjukkan bahwa ia terpaksa meminta maaf hanya untuk meredam amarah publik.
"Kalau seorang abdi negara, penegak hukum boleh memberikan narasi seperti itu," kata Kirdi Putra.
"Artinya dia 'secara formal' bukan emosional, meminta maaf dan menyatakan belasungkawa kepada institusi, keluarga, tetapi ini benar-benar disampaikan hanya karena memang dia harus melakukan seperti itu supaya masyarakat tidak gundah gulana," jelasnya.
Berdasarkan video permintaan maaf tersebut, Kirdi Putran bahkan menyimpulkan bahwa Irjen Ferdy Sambo tidak benar-benar menyesal atas insiden kematian Brigadir J.
(*)