Find Us On Social Media :

Lama Ditunggu Akhirnya Istri Ferdy Sambo Muncul ke Publik, Komnas HAM Bakal Segera Panggil Putri Candrawati

By Annisa Dienfitri, Senin, 8 Agustus 2022 | 15:35 WIB

Kolase Foto Putri Candrawati, Brigadir J, dan Irjen Ferdy Sambo.

Laporan Wartawan Grid.ID, Annisa Dienfitri

Grid.ID - Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bakal segera panggil istri Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Candrawati.

Seperti diketahui, setelah sekian lama akhirnya istri Ferdy Sambo muncul ke publik, Minggu (7/8/2022) kemarin.

Sontak, kemunculan Putri Candrawati ke publik menyita perhatian masyarakat.

Pasalnya Putri Candrawati tak kunjung muncul sejak kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J mencuat.

Berminggu-minggu diam di tengah bergulirnya teka-teki kematian Brigadir J, Putri disebut masih trauma akibat jadi korban pelecehan seksual.

Karena itu, Komnas HAM tak terburu-buru untuk memanggil dan meminta keterangan dari Putri Candrawati.

"Katanya dia mengalaminya pelecehan seksual, kekerasan seksual, maka orang itu diasumsikan sebagai korban," Ketua Komnas HAM, Taufan Damanik, di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (8/8/2022).

"Karena itu dia memang harus dihormati hak didampingi penasihat hukum, hak untuk mendapatkan perawatan psikologis segala macam," jelasnya.

Kendati demikian, Komnas HAM tak begitu saja percaya dengan pengakuan Putri sebagai korban pelecehan seksual yang disebut dilakukan Brigadir J.

Baca Juga: Irjen Ferdy Sambo Ucapkan Bela Sungkawa Atas Meninggalnya Brigadir J, Begini Tanggapan Pihak Keluarga, Minta Putri Candrawati Datang ke Makam Mendiang

"Tetapi kami tetap mengasumsikan belum tentu dia juga adalah korban, sementara ini perlakuan sebagai korban," ujarnya.

Komnas HAM pun akan segera memanggil Putri Candrawati ketika kondisi istri mantan Kadiv Propam Polri itu sudah memungkinkan untuk dimintai keterangan.

"Nanti setelah dia selesai semua perawatan psikologis, medisnya dan dinyatakan sudah mampu diperiksa, kita periksa."

"Jadi ngga ada yang istimewa, standar hak asasi manusia," tandas Taufan.

"Kalau kami paksakan, terus psikolog klinisnya menyatakan bilang belum bisa, kami melanggar hak asasi, ngga boleh," imbuhnya.

(*)