Kondisi itu telah menyebabkan sendi perekonomian di kota Solo berkembang pesat.
Salah satunya di dalamnya bisnis hiburan, yang lebih spesifik lagi adalah bioskop.
Menjadi bioskop pertama di Kota Solo, bioskop Matahari Singosaren muncul pada tahun 1980-an.
Memasuki tahun 1980, jumlah Gedung bioskop bertambah seperti Bioskop Star di Widuran, Dhady Theatre dan Ura Patria (UP) Theatre di Pasar Pon, Galaxy Theatre di jalan Perintis Kemerdekaan Purwosari, Solo Theatre di Sriwedari, Nusukan Theatre di Nusukan, Regent Theatre di Jalan Veteran, Golden Theatre di Wingko, Bioskop Trisakti, President Theatre, dan Rama Theatre di Panggung Jebres, serta Bioskop Kartika di Beteng.
Kala itu, cara mempromosikan film yang akan diputar biasanya dengan memajang jadwal serta film yang bakal ditayangkan serta waktunya, ditambah menyebarkan selebaran yang disebarkan di kawasan padat penduduk.
Memasuki tahun 1990, Solo dimasuki perusahaan bioskop besar seperti Atrium 21.
Alhasil, bioskop terdahulu perlahan terkikis dengan fasilitas yang lebih modern.
Apalagi pada tahun 1998 terjadi kerusuhan dan bioskop modern tersebut menjadi sasaran.
Kemudian, menjelang akhir 1999, marak penjualan dan persewaan VCD serta DVD film dan faktor itu semakin membuat kondisi perbioskopan di Solo terpuruk.
Alhasil, satu persatu bioskop pun menutup layanan pemutaran film.
Namun bioskop kembali hidup dipengaruhi era VCD dan DVD sudah tak lagi diminati masyarakat.
Diperkirakan kepingan VCD dan DVD tak lagi diminati dikarenakan mudahnya akses internet dan penggunaan teknologi informasi.
(*)