Syafruddin segera menggelar rapat di sebuah rumah di dekat Ngarai Sianok, Bukittinggi dan mengusulkan pembentukan suatu pemerintah darurat.
Gubernur Sumatera Mr. TM Hasan langsung menyetujui usulan tersebut demi menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang berada dalam bahaya.
Sebab kekosongan kepala pemerintahan bisa menjadi syarat internasional untuk tidak diakui sebagai negara.
Dengan dibentuknya PDRI di Sumatera Barat, pemerintahan Republik Indonesia masih tetap ada, meski Soekarno-Hatta ditangkap oleh Belanda di Yogyakarta.
Meskipun saat itu istilah yang digunakan adalah Ketua, namun kedudukannya setara dengan Presiden.
Syafruddin kemudian kembali meyerahkan tampuk kekuasaan sebagai presiden kembali ke Soekarno pada 13 Juli 1949 di Yogyakarta.
Syafruddin sempat menduduki jabatan sebagai presiden selama delapan bulan untuk menyelamatkan kemerdekaan Indonesia.
Orang selanjutnya yang pernah menjadi presiden RI adalah Assaat.
Dikutip dari Kompas.com, Selasa (16/8/2022), Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diadakan di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus hingga 2 November 1949 membuat sistem pemerintahan Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS).
Sistem kepemimpinan dan pemerintahan juga berubah pada masa ini yang membagi Indonesia ke dalam beberapa negara-negara bagian.
Soekarno-Hatta menjadi Presiden dan Perdana Menteri RIS, sehingga Republik Indonesia mengalami kekosongan kepemimpinan.