Bahkan ada yang sampai menggali tanah dan duduk disana berhari-hari selama periode menstruasi.
Selain itu, 76% perempuan dan anak perempuan kesulitan mendapatkan fasilitas air dan sanitasi yang memadai untuk menstruasi.
Hanya 17,5% lembaga pendidikan memiliki air yang mengalir di dekat toilet serta fasilitas mencuci tangan dan sabun.
Kira-kira 30% dari sekolah sampel di Kenya menyediakan pembalut untuk siswa mereka tetapi dalam banyak kasus, pembalut hanya ditawarkan untuk keadaan darurat.
Seorang siswi lain bernama Agnes nasibnya lebih beruntung dari Judy.
Dia berhasil lari dari pengemudi boda-boda dan menolak berhubungan seks.
Sayangnya, teman-temannya kurang beruntung.
"Sebagian besar teman-teman saya menderita karena kurangnya pembalut," katanya.
"Artinya kebanyakan menyerah pada pengemudi boda-boda yang membuat mereka hamil. Ini mengarah pada kehamilan anak dan keluarga yang dipimpin oleh anak-anak."
Satu dari sepuluh anak perempuan di Afrika akan hilang dari sekolah selama masa menstruasi karena tidak memiliki akses ke produk sanitasi, atau tidak ada toilet yang aman di sekolah.
Meski demikian, Kenya telah membuat kemajuan dalam masalah ini.
Melalui pemerintah, inisiatif UNICEF dan mitra, sekitar 90.000 anak perempuan di 335 sekolah kini memiliki akses ke toilet yang aman dan higienis terkhusus untuk perempuan menstruasi.
Artikel ini telah tayang di laman Grid.ID dengan judul: Siswi di Kenya Rela Lakukan Hubungan Badan Demi Mendapatkan Pembalut (*)