Foto-foto kian menarik karena dilengkapi hasil penelusuran tentang warga Singkawang yang telah bermigrasi mancanegara (seperti Cina, Hongkong, Taiwan), tetapi tetap mempertahankan ikatan emosional dengan “kampung halamannya” di Singkawang.
Sementara dari gerabah, kita mendapatkan jejak-jejak masa silam yang masih melekat pada berbagai bentuk kerajinan dari tanah liat yang dibakar.
Ada upaya untuk melestarikan tampilan keramik kuno Cina, tetapi juga hasrat memproduksi bentuk-bentuk yang lebih praktis dan modern untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Kedua pameran yang sama-sama mengangkat akulturasi di Singkawang ini menandai komitmen lembaga untuk terus mengawal budaya nusantara. Komitmen yang terus dijaga saat lembaga ini berusia 40 tahun dan semoga dapat dilanjutkan pada masa-masa berikutnya,” katanya.
Hal senada diungkapkan Kepala Event Production Program-Spt Bentara Budaya, Ika W Burhan. Menurutnya, dalam khazanah ilmu arkeologi, artefak keramik mempunyai peranan khas yang penting. Dibandingkan dengan jenis-jenis artefak lainnya, keramik Cina dianggap memiliki beberapa kelebihan, salah satunya adalah keramik bisa memberi informasi tentang “waktu” atau masa pembuatannya.
“Seorang Arkeolog akan sangat “bahagia” bila bisa menemukan bahkan hanya serpihan keramik sekalipun. Selain bisa memberi informasi tentang masa, juga bisa memperlihatkan latar belakang budaya, tradisi, fungsi, dan sebagainya,” katanya.
Adanya pameran ini pun disambut baik Budayawan Sindhunata. Ia merasa pameran foto dari dokumentasi bersejarah orang-orang Singkawang di Bentara Budaya Yogyakarta dirasa tepat dan sejalan dengan eksistensi Bentara Budaya.
Sepanjang keberadaannya selama 40 tahun, Bentara Budaya berkeprihatinan untuk memamerkan banyak hal yang sering terlupakan dalam percaturan masyarakat atau pementasan seni dan budaya.
Pameran dari sebagian dokumentasi “Memoar Orang-orang Singkawang” berisi foto-foto yang telah dikumpulkan sejak tahun 2009, menceritakan kembali kisah, kenangan dan sejarah kelompok etnik Cina yang tak lelah-lelahnya berjuang untuk mempertahankan dan menunjukkan eksistensinya.
Sebuah perjuangan sulit dari kelompok etnik minoritas yang terus berusaha mempertahankan diri, seni, budaya dan kehidupannya, juga kelangsungan ekonominya. Bahkan mampu memperlihatkan siapa dirinya, sampai akhirnya diakui juga ciri khasnya.
“Semua ini membuktikan bahwa multikulturalisme dan pluralisme sungguh masih berhak hidup dan akan terus hidup di bumi Nusantara yang tercinta,” ujarnya.