Laporan Wartawan Grid.ID, Annisa Marifah
Grid.ID - Indonesia kini tengah berduka dengan tragedi yang menimpa para suporter Arema Malang.
Dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, ratusan nyawa melayang.
Melansir Kompas.com, jumlah total korban dalam tragedi Stadion Kanjuruhan Malang ini adalah 450 orang.
"Jumlah korban 450 orang,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi.
Dedi menyebutkan bahwa jumlah korban meninggal dalam kejadian ini adalah sebanyak 125 orang.
Awalnya beredar kabar bahwa jumlah suporter yang meninggal adalah 127 orang, rupanya hal ini karena kesalahan pencatatan sehingga terdapat data ganda.
Sementara itu korban dengan luka berat sebanyak 21 orang sedangkan luka ringan 304 orang.
Dinas Kesehatan Malang juga merilis jumlah korban jiwa sebanyak 125 orang.
Korban kini telah diantar ke rumah duka masing-masing.
"Jenazah korban sudah kami antar ke rumah duka masing-masing untuk disemayamkan," ungkap Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, drg Wiyanto Wijoyo.
Sementara itu, suporter bola yang berada di lokasi kejadian juga membagikan cerita dan kondisi Stadion Kanjuruhan saat tragedi ini terjadi.
Dilansir Grid.ID dari TribunStyle.com pada Rabu (5/10/2022), Dadang Indarto, seorang ASN Pemkot Batu ini juga menonton laga Arema Malang vs Persebaya Surabaya.
Dalam acara yang digelar KontraS, di kawasan Lapangan Rampal, Blimbing, Kota Malang, Senin (3/10/2022), Dadang mengungkap ceritanya.
Dadang rupanya menonton dengan Aremania asal Lampung, keduanya sempat ingin keluar dari stadion sebelum laga berakhir tetapi urung terlaksana karena penonton ramai keluar dari tangga tribun 13.
"Pada menit 90 tambahan 3 menit, saya mencoba keluar dari pintu gate 13, di tangga itu, sudah penuh," kata Dadang.
"Sehingga saya memutuskan balik, saya bersama dengan teman saya Aremania Lampung, jauh jauh dari Lampung, dia ke sini hanya untuk menonton Arema. Tapi apa yang terjadi yang ditonton adalah film horor," sambungnya.
Dadang juga membantah tudingan bahwa penonton yang turun ke lapangan bersikap anarkis.
Ia menyebut bahwa penonton yang turun hanya memberikan pelukan atas luapan emosi karena Arema gagal meraih kemenangan.
"Nah waktu itu kita diamankan Match Steward disuruh kembali, naik kembali (tribun). Saat naik kembali, mungkin dikira teman-teman itu adalah gegeran," kata Dadang.
"Jadi dari tribun utara dan selatan, spontan turun, dikira gegeran. Dan itu tidak ada perlawanan sama sekali pada steward, nurut arek-arek," terangnya.
Menurut Dadang, aksi suporter ini dinilai lain oleh polisi, mereka justru dikejar.
"Ketika turun, mereka sudah berulah, membawa pentungan, dan membawa tameng dan membubarkan kami," kata Dadang.
Dadang juga menyebut bahwa situasi semakin tak terkendali saat bola pelontar gas air mata dilepas ke suporter di tribun 13.
Dadang mengingat bahwa bola gas air mata itu dilempar sebanyak tiga kali dengan jarak yang berdekatan.
Dadang segera memakai jaket dan menutupi kepalanya untuk menghalau gas air mata.
Sayangnya saat ia berhasil keluar dari stadion ia justru menemukan pemandangan pilu.
Dadang melihat sahabatnya tergeletak meninggal dunia.
"Setelah tembakan ke-3, dan asap agak tipis, asap agak reda, saya mencari pintu di sebelah VIP, di tribun 14, begitu saya keluar, ya Allah, teman-teman saya sudah bergeletakkan," ungkap Dadang.
"Saya menemukan satu korban, kebetulan itu teman saya, biasa guyonan ngopi mangan bakso, sudah tidak bergerak, meninggal dunia," ungkapnya.
Tak hanya itu saja, Dadang juga menemukan temannya yang asal Lampung mengalami sakaratul maut
"Saya lari lagi ke arah tribun untuk membantu teman teman, yang masih berdesak-desakan, padahal saat itu saya sudah bisa keluar, dan sudah lama itu," jelas Dadang.
"Hanya satu pintu, mereka berdempetan keluar, ada yang berdarah anak bojo, saya gendong dengan teman saya dari Lampung, sampai sakaratul maut atau meninggal di depan saya," kata Dadang.
"Akhirnya saya letakkan jenazah itu, dan saya ke jenazah teman saya dona itu, lalu mencari bantuan polisi. Dan di situ polisi ada yang membantu," tambahnya.
(*)