Find Us On Social Media :

Rumah Wanda Hamidah Digusur Paksa hingga Listrik Dimatikan, sang Artis Minta Tolong Usai Dapat Perlakuan Ini: Doakan Kami

By Widy Hastuti Chasanah, Jumat, 14 Oktober 2022 | 17:37 WIB

Rumah Wanda Hamidah digusur paksa oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) pada Kamis (13/10/2022).

Grid.ID- Rumah Wanda Hamidah digusur paksa oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) pada Kamis (13/10/2022).

Tak hanya digusur paksa, listrik di rumah Wanda Hamidah juga dimatikan.

Meski rumah Wanda Hamidah digusur paksa dan listrik dimatikan, sang artis tetap bertahan.

Lantas seperti apa kondisi rumah Wanda Hamidah sekarang?

Usut punya usut, hingga kini Rumah Wanda Hamidah di Jalan Citandui Nomor 2, Menteng, Jakarta Pusat masih terjadi penggusuran.

Wanda menyebut penggusuran dilakukan secara halus yang dibarengi dengan tindakan intimidasi.

Ia bahkan sampai meminta pertolongan banyak pihak termasuk Presiden RI, Joko Widodo.

Lewat akun Instagramnya @wanda_hamidah pada Jumat (14/10/2022), rumah Wanda terlihat kembali didatangi truk-truk yang digunakan untuk mengakut barang.

Tak hanya itu, ada pula segerombolan orang yang ditugaskan untuk mengambil alih rumah Wanda Hamidah dan beberapa tetangganya.

Segerombolan orang itu nekat duduk dan tidur di rumah Wanda Hamidah.

"Pagi ini kami kedatangan lagi truk-truk dan pasukan loreng yang hilir mudik di rumah kami," ujarnya.

Baca Juga: Alami Penggusuran Paksa, Rumah Wanda Hamidah kembali Didatangi Pihak Kepolisian, Ada Apa?

Ia juga menceritakan kondisi rumah tetangganya yang sudah dihancurkan menggunakan alat berat.

"Ini rumah kami, ini rumah bu Cynthia yang lagi istirahat di rumah kami karena rumahnya di buldoser, ini pengangkutan barang, jadi ternyata aksi ini nggak berhenti," sahutnya.

Ia pun meminta perlindungan kepada polisi lantaran kemarin telah terjadi bentrokan.

"Saya memohon perlindungan polisi, di mana polisi padahal kemarin terjadi bentrokan, ini rumah kami depannya udah diduduki oleh puluhan preman yang saya nggak tahu mereka dari mana nggak jawab saat saya tanya," ujarnya.

Dengan suara bergetar, Wanda meminta para saudara dan anggota keluarganya untuk tak keluar dari rumah.

"Ini rumah kami, mohon dibantu ya, mohon dijaga ya, kita jangan keluar dari sini ya, mohon dibantu ya, kita bertahan ya, udah banyak pasukan loreng di depan, doakan kami, padahal kemarin terjadi bentrokan, saya nggak tahu lagi, sampai hari ini nggak ada yang melindungi kami dari intimidasi ini," sahutnya.

Sementara itu, Wanda juga merekam momen saat berdiskusi dengan orang-orang yang ditugaskan untuk menggusur rumahnya.

Dalam diskusi itu, pihak keluarga Wanda meminta agar tidak terjadi kekerasan dan intimidasi apapun.

"Pasukan ada apa ke sini? Tolong ya jangan lakukan kekerasan di sini," seru Wanda.

"Nggak kok aman-aman nggak ada kekerasan nggak ada intimadasi," sahut petugas tersebut.

Meski begitu, Wanda tak henti-hentinya meminta pertolongan pada polisi hingga presiden.

Baca Juga: Rumah Digusur, Wanda Hamidah Nyaris Pingsan

"Hari ini intimidasi berlanjut... Belum ada yang melindungi kami.. apakah harus ada korban jiwa ?"

"Semoga menjadi perhatian Bapak presiden @jokowi @kyai_marufamin @kapolri_indonesia @tni_angkatan_darat @arizapatria," ujarnya.

Dilansir dari Kompas.com, Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Jakarta Pusat Ani Suryani mengatakan, rumah tersebut berdiri di atas lahan seseorang yang memiliki sertifikat hak guna bangunan (SHGB) sejak 2010, kendati lahan tersebut merupakan aset negara.

Menurut Ani, rumah Wanda Hamidah dikosongkan karena pemilik SHGB akan memanfaatkan lahan tersebut. Pemilik SHGB kemudian meminta bantuan Pemerintah Kota Jakarta Pusat untuk mengosongkan lahan itu.

Di sisi lain, surat izin penghunian (SIP) milik keluarga Wanda Hamidah selaku penghuni telah habis sejak 2012.

"Nah pada saat tanah negara ini bebas, siapa saja boleh meningkatkannya. Nah penghuni di sini tidak melanjutkan (SIP) itu, sehingga pada 2010, (pemilik SHGB) membeli ini. Kemudian ditertibkan karena ini tanah negara," kata Ani saat ditemui di lokasi, Kamis.

Ani menuturkan, pemilik SHGB telah membiarkan Wanda tinggal 10 tahun di sana sejak SIP kedaluwarsa, sambil melakukan mediasi karena lahan tersebut akan dimanfaatkan pemilik SHGB.

Ani mengungkapkan, sebelum mengosongkan rumah Wanda Hamidah atas permintaan pemilik SHGB, Pemkot Jakpus telah memberikan surat pemberitahuan atau somasi sebanyak tiga kali terkait rencana pengosongan rumah.

Sementara itu, Wanda pun menjelaskan kronologi dan duduk perkara dari masalah penggusuran tersebut.

"TIDAK BENAR RUMAH KAMI DI ATAS TANAH PEMDA ataupun JAPTO

Rumah kami beralamat di jalan Citandui No. 2, Cikini, Jakarta Pusat. Ada pun HGB yang diakui dimiliki Japto S. Soerjosoemarno beralamat di jalan Ciasem No. 2, Cikini, Jakarta Pusat.

Baca Juga: Tak Terima Rumah Digusur, Wanda Hamidah Bakal Ambil Langkah Hukum

HGB di jalan Ciasem No. 2 tersebut patut dipertanyakan kebenarannya sebagai alas kepemilikan atas rumah kami di jalan Citandui No. 2 ini.

Faktanya ada SHGB lain di jalan Ciasem No. 2, atau dengan kata lain, BPN menerbitkan dua sertifikat dengan alamat yang sama (Jalan Ciasem No. 2).

Kami menduga sertifikat tersebut adalah hasil kerja mafia tanah, karena diduga terbit tanpa ada riwayat kepemilikan, bukti pembayaran pajak, tanpa pengukuran, tanpa penguasaan fisik dan tanpa surat tidak sengketa.

Keluarga kami tinggal di rumah ini sejak tahun 1962. Kami telah mendapatkan rekomendasi dari Dinas DKI Jakarta untuk meningkatkan status tanah kami menjadi SHGB. Kami pun tetap patuh membayar pajak hingga tahun 2022.

Saat keluarga kami hendak mengurus penerbitan sertifikat yang sepatutnya menjadi hak kami, ternyata disampaikan telah terbit sertipikat atas nama Yapto, yang di dalam suratnya tertera alamat jalan Ciasem No. 2.

Ada pun surat peneguran/peringatan dan perintah dari Walikota Jakarta Pusat untuk mengosongkan rumah tidak didasarkan kepada putusan hukum.

Sudah sepatut dan sewajarnya, Walikota Kota Jakarta Pusat meminta agar saudara Japto mengajukan gugatan ke pengadilan.

Tidak bisa ada penggusuran atau eksekusi lahan tanpa adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap."

 

(*)