Find Us On Social Media :

Soeharto Sempat Mimpi Aneh ini Sebelum Meninggal Dunia, Justru Hanya Ditertawakan Keluarganya Gegara Hal ini

By None, Minggu, 23 Oktober 2022 | 18:53 WIB

Soeharto Sempat Mimpi Aneh ini Sebelum Meninggal Dunia, Justru Hanya Ditertawakan Keluarganya Gegara Hal ini

Grid.ID - Soeharto ternyata sempat mimpi aneh ini sebelum meninggal dunia.

Bahkan, mimpi aneh Soeharto itu hanya ditertawakan oleh keluarganya gegara hal ini.

Kira-kira Soeharto mimpi aneh apa ya?

pada tahun 2006, Soeharto harus beberapa kali dirawat inap di Rumah Sakit Pertamina Pusat.

Pada suatu sore, Soeharto tiba-tiba terbangun dari tidurnya.

Rupanya, Soeharto terbangun dari tidur seusai bermimpi.

Ketika terbangun itulah, Soeharto mengaku baru saja bermimpi.

"Aku lagi wae ngimpi (saya barusan mimpi)," kata Bressinah menirukan ucapan Soeharto saat itu.

Mendengar ucapan itu, Bressinah yang saat itu sedang bersama Tutut, seorang putri Soeharto, segera mendekat.

Tutut kemudian menanyai sang ayah.

"Mimpi apa to, Pak?" tanya Tutut.

Baca Juga: Yuni Shara Bongkar Tabiat Ibu Negara dari Era Soeharto sampai Jokowi, Kakak Krisdayanti Sebut Soal Keangkeran pada Zaman Presiden ini

Soeharto pun segera menjawabnya.

"Nonton gamelan, rame, nanging ana sing aneh (menonton gamelan, ramai, tetapi ada yang aneh,"ujar Soeharto saat itu yang lagi-lagi ditirukan Bressinah.

Tutut kemudian menanyai Soeharto.

"Apa yang aneh, Pak?" tanya Tutut.

Soeharto lalu menjawab pertanyaan putrinya itu.

"Kuwi lho, sindene kok wong Sunda kabeh (itu lho, penyanyinya kok orang Sunda semua)?"ucap Soeharto.

Mendengar jawaban sang ayah, Tutut lalu tersenyum, dan mengatakan sesuatu.

"Lha, sindene mesti ayu-ayu to, Pak (Itu penyanyinya pasti cantik-cantik ya Pak?" ujar Tutut menanggapi ucapan Soeharto.

"Ya embuh, ora weruh wong kahanane peteng (ya saya tidak tahu karena suasananya gelap),"jawab Soeharto lalu tersenyum.

Mendengar jawaban Soeharto tersebut, mereka kemudian tertawa.

Sedangkan, Soeharto kemudian melanjutkan tidurnya lagi, hingga azan magrib tiba.

Baca Juga: Lepas dari Jeratan Tommy Soeharto sampai Dituding Bawa Kabur Uang Rp 100 Miliar, Begini Kabar Tata Cahyani Sekarang

Selang dua tahun dari mimpi itu, Soeharto kemudian meninggal dunia.

Tepatnya, pada tahun 2008.

Kisah Soeharto dan pengamen yang selalu memberi hormat

Hal ini diungkapkan oleh salah satu putri Presiden Soeharto,

Mbak Tutut, melalui laman situs pribadinya pada Minggu (8/7/2018).

Dikisahkannya, suatu sore sepulang bermain golf dari Rawamangun, Jakarta Timur,

Soeharto yang masih lengkap dengan pakaian golfnya, tiba-tiba memanggil Mbak Tutut.

“Iya, gini wuk, Bapak itu kalau pulang golf di depan Rumah Sakit Cipto (RSCM), selalu ada 4 anak pengamen jalanan berdiri tegak, begitu Bapak lewat mereka memberi hormat ke Bapak," ujar Mbak Tutut menirukan ucapan Bapaknya, melansir dari Warta Kota pada Jumat (27/7/2018).

Mendengar penuturan Soeharto tersebut, Mbak Tutut lalu bertanya, apakah keempat pengamen jalanan tersebut memberi hormat dengan cara membungkukan badan atau hormat tentara.

“Hormat tentara. Mereka berempat bareng sampai Bapak pulang ditunggu, memberi hormat lagi," kata Soeharto seperti yang diceritakan Mbak Tutut.

Soeharto kemudian meminta Mbak Tutut untuk membelikan empat buah gitar yang akan diberikan kepada para pengamen jalanan yang dimaksud.

Baca Juga: Darah Soeharto Mengalir Deras dalam Tubuhnya, Tengok Wajah Bambang Trihatmodjo Semasa Muda yang Gantengnya Ngalahin Aktor Korea Selatan, Pantas Halimah dan Mayangsari Klepek-klepek!

Bahkan, Presiden ke-2 RI itu menginstruksikan agar Mbak Tutut mengatur jadwal pertemuan Soeharto dengan keempat anak jalanan tersebut.

“Kamu sesuaikan dengan jadwal acara Bapak. Kamu cek ke ajudan.

Di rumah saja biar lebih kekeluargaan. Waktunya kamu atur dengan ajudan," tutur Soeharto memberikan petunjuk kepada Mbak Tutut.

Setelah mendapatkan petunjuk seperti itu, Mbak Tutut berjanji akan mencarikan empat buah gitar dan akan berkoordinasi dengan ajudan Soeharto.

Namun, baru beberapa langkah beranjak pergi meninggalkan bapaknya, Mbak Tutut dipanggil lagi.

“Wuk, begini saja. Kamu acarakan tanggal 23 Agustus saja, pas acara ulang tahun ibu, biar mereka sekalian menghibur para tamu," Soeharto melanjutkan perintahnya.

Hal itu membuat Mbak Tutut penasaran dan bertanya, apa yang membuat Soeharto sampai mengundang pengamen jalanan tersebut pada acara ulang tahun ibunya yang saat itu adalah seorang Ibu Negara.

“Bapak terkesan dengan sikap mereka. Mereka pasti kehidupannya jauh dari kemewahan.

Mencari sesuap nasi dengan mengamen. Dengan tingkat kehidupan mereka seperti itu, mereka menyempatkan diri untuk mengambil waktunya, hanya sekedar memberi penghormatan pada Presidennya.

Dan mereka memberikan penghormatan itu setiap Bapak berangkat maupun pulang golf, berarti mereka mencari tahu kapan bapak akan bermain golf, dan pada waktu-waktu tertentu itu mereka siap memberi penghormatan pada Bapak," ujar Soeharto menjawab pertanyaan Mbak Tutut.

Soeharto kemudian diam sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya.

Baca Juga: Pantas Putri Soeharto Sempat Bertekuk Lutut dengan Pesonanya, Tengok Wajah Prabowo Subianto Semasa Muda yang Jarang Tersorot, Gagah dan Tampan Paripurna

Beberapa detik berlalu, Soeharto malah memberikan nasehat tentang pentingnya kedisiplinan dalam meraih keberhasilan.

Dengan disiplin, semua yang dilakukan akan lebih terarah, terencana, baik, cermat, sukses, dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Nasehat Bapak itu yang selalu saya tanamkan di diri saya, dalam keseharian saya, maupun dalam saya melakukan tugas dan kewajiban saya," kata Mbak Tutut.

Hari pun berganti, seminggu setelah dipanggil Soeharto, Mbak Tutut meminta stafnya mencari para pengamen yang dimaksud oleh Bapaknya.

Akhirnya staf yang ditugasi berhasil menemukan mereka.

"Nama mereka adalah Arie Langoe alias Munari Arie, Matiyas, Obos Gembok alias Suherman, dan Yanto Bule. Kemudian saya beri tahu keinginan bapak untuk bertemu dengan mereka," ucap Mbak Tutut.

Berdasarkan cerita Mbak Tutut, tampak wajah keempat pengamen jalanan itu tidak karuan, antara bahagia dan tidak percaya.

“Alhamdulillah...,” serempak mereka bersyukur, salah satu dari mereka bertanya, “Ibu, kami tidak bermimpi, kan?,” cerita Mbak Tutut.

“Kalian semua tidak sedang bermimpi,” jawab Mbak Tutut.

“Bapak berkenan menerima kalian, tanggal 23 Agustus, kebetulan hari itu Ibu berulang tahun yang ke-63 tahun," begitu Mbak Tutut menjelaskan kepada para anak jalanan tersebut.

“Siap Bu...,“ serempak mereka menjawab.

Baca Juga: Dulu Jadi Kebanggan Presiden RI ke-2, Begini Kondisi Terbaru Rumah Cendana Usai Soeharto Meninggal Dunia, Kini Mangkrak Tak Berpenghuni dan Bikin Bulu Kuduk Berdiri

“Jadi kalian selalu nunggu Bapak lewat lalu memberi hormat?,” tanya Mbak Tutut.

“Betul Bu Tutut. Kami tunggu sampai Bapak pulang, kami hormat lagi pada beliau.”

“Apa tujuan kalian melakukan semua itu?,” tanya Mbak Tutut lagi.

“Kami menghormati Presiden kami Bapak Soeharto, yang selalu memperhatikan dan mencintai rakyatnya. Kami rakyatnya akan selalu mencintai beliau.

Kami sadar tidak akan mungkin bernyanyi untuk beliau, jadi saya dan Obos yang mencari cara agar Bapak Soeharto tahu bahwa kami sangat menghormati beliau, kami putuskan untuk menghormat pada beliau.

Tidak mudah untuk melakukan hal tersebut, karena harus melalui penjagaan yang sangat ketat di jalan tersebut, apalagi kami pengamen.

Begitu mobil bapak Presiden mulai mendekat, kami lari langsung berdiri tegap dan memberi hormat.

Hal ini kami lakukan setiap Bapak Presiden lewat," Arie mewakili kawan-kawannya menjawab.

Singkat cerita, sampailah pada tanggal 23 Agustus, akhirnya keempat pengamen jalanan dapat bertemu dengan Soeharto dan Ibu Tien.

Demikianlah sekelumit kisah tentang pengamen jalanan, dari trotoar menuju rumah Kepala Negara.

"Salah seorang dari mereka, telah mendahului kawan-kawannya meninggalkan dunia, yaitu Obos Gembok.

Kita doakan semoga diampuni dosanya, dimaafkan kesalahannya,

dan diterima seluruh amal perbuatannya. Aamiiin," ucap Mbak Tutut mendoakan mereka.

Artikel ini telah tayang di TribunManado.co.id dengan judul, Mimpi Aneh Soeharto Sebelum Meninggal, Nonton Gamelan Sinden Orang Sunda, Ditertawakan Mba Tutut

(*)