Grid.ID - Tewasnya satu keluarga di Kalideres, Jakarta Barat menimbulkan tanda tanya di kalangan masyarakat.
Bukan tanpa alasan, satu keluarga tersebut ditemukan tewas dengan perut kosong.
Diduga, keluarga tersebut memiliki keyakinan tertentu, pasalnya keluarga tersebut meninggal dunia dengan perut kosong.
Ditambah lagi, tidak ada makanan dan air minum di rumah tersebut.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menyinggung mengenai motif keyakinan apokaliptik atau keyakinan terhadap akhir dunia dari keluarga tersebut.
“Jangan-jangan dari keempatnya penganut paham akhir dunia atau apokaliptik dan mencabut nyawa dengan cara yang ekstrem,” ujarnya, Sabtu (12/11/2022).
Tewasnya satu keluarga di Kalideres semata-mata karena kelaparan dan tidak punya uang untuk makan sangat tidak mungkin.
Adrianus berpendapat mereka tinggal di perumahan kelas menengah dan memiliki aset untuk dijual.
Selain itu, Adrianus Meliala justru menilai ada unsur kesengajaan dalam peristiwa ini.
“Saya bayangkan bunuh diri dengan melaparkan diri, tetapi saya tidak yakin orang mampu melakukan tindakan seperti itu,” ujarnya dia.
Baca Juga: Adik Ipar Sebut Keluarga yang Tewas di Kalideres Terakhir Komunikasi Dengannya 5 Tahun yang Lalu
Ia justru menduga ada tindakan pelaparan. Artinya, ada pihak-pihak yang membuat mereka lapar dengan tidak memberi akses makanan.
Ada kemungkinan juga pihak yang lebih muda lebih aktif dan bisa saja sebagai pelaku.
“Tentu ada motif ya kenapa seperti itu, harus menunggu hasil autopsi yang akurat,” ucapnya.
Menurut Adrianus, skenario pelaparan semakin mungkin sebab ketika ada pihak yang mendorong kelaparan itu terjadi, barulah pihak ketiga mengakhiri hidupnya dengan cara tertentu.
Adrianus juga punya dugaan kedua di balik kasus tewasnya satu keluarga di Kalideres ini.
Dugaan ini menyangkut motif keyakinan apokaliptik atau keyakinan terhadap akhir dunia.
Diduga sudah pindah
Alvaro Roy, salah seorang tetangga keluarga yang tewas di Kalideres, Jakarta Barat ternyata sempat mengira mereka sudah pindah rumah.
Alvaro menempati rumah yang hanya berjarak 200 meter dari rumah keluarga tersebut.
Ia bercerita, pada 5 September 2022, petugas PLN datang dan berniat memutus listrik rumah keluarga tersebut karena sudah menunggak tagihan listrik.
Namun, Ketua RT setempat mencegah dan meminta petugas PLN menghubungi pemilik rumah lebih dulu.
Petugas PLN pun berkomunikasi via WhatsApp kepada salah satu anggota keluarga rumah itu. Balasannya ternyata cukup mengejutkan.
“Waktu itu dibalas, kalau mau diputus (listrik), enggak apa-apa. Ya logikanya, orang (itu) sudah pindah rumah. Masa mau hidup tanpa listrik di dalam?” ujarnya, Sabtu (12/11/2022).
Alvaro sudah bertetangga dengan keluarga yang tewas di Kalideres itu selama 20 tahun belakangan. Namun, ia mengaku tak pernah berinteraksi akrab dengan tetangganya yang dikenal tertutup itu.
“Pernah, lewat hanya menyapa saja, tidak sampai mengobrol,” ucapnya.
Keluarga itu juga tidak bergabung dalam grup WhatsApp di lingkungan RT. Pintu rumah keluarga itu, ucap Alvaro, dibuka hanya sesekali ketika ada aktivitas seperti penyemprotan nyamuk demam berdarah atau fogging.
Alvaro menuturkan, karyawannya pernah menyebut beberapa waktu lalu keluarga itu menerima makanan dari ojek online. Namun, wajah penerima makanan ditutup masker.
Alvaro termasuk salah seorang tetangga yang ikut mendobrak rumah keluarga tersebut bersama-sama dengan Ketua RT pada Kamis lalu.
Ia terganggu dengan bau menyengat yang dianggapnya bukan bau busuk bangkai binatang.
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kasus Satu Keluarga Tewas di Jakarta Barat, Kriminolog Singgung Penganut Paham Akhir Dunia