Find Us On Social Media :

Curhatan Pilu Buruh Migran Piala Dunia 2022, Pulang Bawa Jenazah hingga Menjadi Buta: Kami Harus Bekerja dalam Kondisi Cuaca Ekstrem

By Mia Della Vita, Rabu, 23 November 2022 | 11:57 WIB

Maskot Piala Dunia 2022 saat upacara pembukaan di Qatar.

Grid.ID- Perhelatan Piala Dunia 2022 di Qatar diwarnai dengan berbagai kontroversi.

Salah satunya mengenai buruh migran yang dipekerjakan untuk Piala Dunia 2022.

Dilaporkan India Today, ratusan ribu buruh migran berbondong-bondong ke Qatar dalam beberapa tahun terakhir untuk membangun stadion Piala Dunia 2022.

Diperkirakan jumlah buruh migran yang direkrut untuk Piala Dunia 2022 hampir 90 persen dari 2,8 juta populasi Qatar.

Sebagian besar buruh berasal dari India dan Filipina. Lalu sisanya dari benua Afrika seperti Kenya dan Uganda.

Diketahui, Qatar membangun 8 stadion untuk pertandingan Piala Dunia 2022 yang akan diadakan pada 20 November 2022 sampai 18 Desember 2022.

Total pembangunan 8 stadion itu pun mencapai lebih dari 200 miliar AS.

Dengan biaya sebesar itu, para buruh migran pun berharap mereka bisa meraup pendapatan lebih banyak dari negara asal mereka.

Namun kenyataannya jauh dari apa yang mereka bayangkan.

Beginilah kesaksian salah satu buruh yang diperkerjakan untuk Piala Dunia 2022, Sravan Kalladi.

Sravan Kalladi dan ayahnya, Ramesh direkrut perusahaan yang sama untuk membangun jalan menuju stadion Piala Dunia 2022.

Baca Juga: Piala Dunia 2022 Qatar Tanpa Kehadiran Diego Maradona yang Telah Tiada, Lionel Messi Pilu Ungkap Kerinduan: Dia Akan Selalu Ada

Sedihnya, hanya Sravan yang berhasil pulang ke India.

Ayahnya yang sudah tua meninggal di kamp setelah mendapatkan shift kerja panjang.

"Di hari ayah saya meninggal, ia mengalami nyeri dada ketika bekerja," kata Kalladi.

"Kami membawanya ke rumah sakit. Saya mengatakan kepada para dokter untuk mencoba lagi dan lagi untuk membangunkannya (ayah)," kata pria berusia 29 tahun itu dengan suara pecah karena menahan tangis.

Ia mengatakan, kondisi kerja kala itu sama sekali tidak baik.

Kata dia, para pekerja mendapatkan shift panjang dan lembur hanya dibayar rendah.

Ayah Kalladi kala itu bekerja sebagai sopir. Ia harus berangkat kerja jam 3 pagi dan kembali jam 11 malam.

Sudah begitu, tempat tinggal mereka di Qatar bisa dibilang tidak layak ditempati.

Satu ruangan berisi enam hingga 8 orang. Bahkan saking sempitnya, mereka tidak bisa duduk dengan santai.

Kalladi juga mengeluhkan makanan yang tidak enak.

"Kami harus bekerja dalam kondisi cuaca ekstrem dan makanan yang kami dapatkan tidak enak," ungkapnya.

Baca Juga: Ajak Rafathar Nonton Piala Dunia 2022, Raffi Ahmad Malah Ketiban Apes, Parfum Mahal Disita Gegara Hal Ini

Keduanya pergi ke Qatar berharap bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Namun Kalladi malah pulang membawa jenazah ayahnya.

Ia juga hanya mendapatkan satu bulan gaji sebagai kompensasi dari perusahaan.

Merasa kapok, Kalladi mengatakan tidak pernah ingin kembali ke Qatar.

Nasib Kalladi pun jauh lebih beruntung daripada Babu Sheikh, pekerja asal Bangladesh.

Ia sempat terjauh dari ketinggian 14 kaki di tempat konstruksi di Doha.

Akibatnya, tengkoraknya retak dan koma selama 4 bulan di rumah sakit.

Saat sadarkan diri, ia harus menerima kenyataan pahit karena kehilangan penglihatannya.

"Ketika saya sadar, saya tidak bisa melihat apa pun. Saya bertanya ke saudara saya apakah tempatnya gelap."

"Dia bilang ke saya, terang. Saya tidak menyangka, saya kehilangan penglihatan saya," tuturnya.

Butuh 18 bulan sebelum dia bisa meninggalkan rumah sakit.

Biaya perawatannya selama di rumah sakit pun ditanggung sendiri.

Otoritas Qatar sudah menuntut perusahaan yang mempekerjakannya.

Baca Juga: Duet Bareng Jungkook BTS, Fahad Al Kubaisi Ungkap Perasaannya Usai Tampil di Pembukaan Piala Dunia 2022 di Qatar

Tetapi kasusnya dibatalkan dan dia tidak pernah menerima kompensasi apa pun.

(*)