Salah satu tokoh pegiat yang menjadi motor gerakan golput adalah Arief Budiman.
Dia menggiatkan kampanye golput bersama sejumlah aktivis seperti Adnan Buyung Nasution, Imam Waluyo, Julius Usman dan Husin Umar.
Ajakan untuk golput itu disampaikan di Gedung Balai Budaya Jakarta.
Pamflet dengan tema 'Tidak Memilih Hak Saudara', 'Tolak Paksaan dari Manapun', dan 'Golongan Putih Penonton yang Baik' banyak bertebaran di ibu kota kala itu.
Mereka juga mengajak masyarakat untuk mencoblos di luar gambar partai atau di bidang putih supaya surat suara tidak sah.
Sejak itulah kelompok golput perlahan-lahan berkembang dalam setiap Pemilu.
Pada tahun-tahun berikutnya bahkan sampai saat ini, istilah golput begitu terus melekat di masyarakat.
Baca Juga: Ditanya Dukung Capres Siapa pada Pemilu 2024, Presiden Jokowi Buka Suara: Jangan Sampai Keliru!
Dalam perkembangannya, golput terbagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
1. Golput akibat persoalan teknis
Orang-orang yang memilih tidak menggunakan hak pilihnya tidak bisa hadir ke tempat pemungutan suara (TPS) karena sesuatu hal, misalnya memilih melakukan kegiatan lain sebab hari pemungutan suara dinyatakan sebagai libur nasional.
Atau dengan kata lain, mereka yang golput karena alasan teknis adalah kalangan yang apatis dalam urusan politik.