2. Golput ideologis
Alasan kedua masyarakat yang memilih golput adalah kalangan yang melakukan dengan kesadaran karena pemilih menilai tidak ada kandidat yang pantas untuk diberi mandat.
Jenis golput ini cenderung sebagai bentuk protes terhadap pilihan kandidat yang terbatas dan dinilai tidak memenuhi aspirasi mereka.
Golput semacam ini kerap disebut golput ideologis, karena mereka yang melakukannya memiliki argumentasi yang kuat dan masuk akal.
Berkembang Pada Pilpres 2004, tingkat golput pada putaran I menunjukkan angka 21,80 persen dan pada putaran II sebesar 23,40 persen.
Baca Juga: Farhat Abbas Bersama 16 Partai yang Tidak Lolos ke Pemilu 2024 Adukan KPU ke DPD RI
Sedangkan pada Pilpres 2009, angka golput naik lagi menjadi 28,30 persen dan kembali meningkat pada Pilpres 2014 menjadi 30 persen.
Golput sebenarnya adalah hak politik.
Selain tidak dilarang oleh undang-undang, golput juga bukan perbuatan kriminal.
Namun bila seseorang mengajak orang lain untuk melakukan golput itu bisa terkena delik hukum.
Contoh yang dapat terkena delik, pengusaha atau pimpinan perusahaan tidak memberikan kesempatan bagi pekerjanya memakai hak pilih pada hari pemilu, entah dengan memberi kelonggaran waktu masuk kerja atau sekalian libur.
Delik terkait juga dapat dikenakan kepada jajaran penyelenggara pemilu bila terbukti menyebabkan pemilih kehilangan hak pilihnya dalam ranah tugas dan kewenangannya.