Kepada ahli Said Karim, Febri menanyakan apakah unsur kesengajaan dalam penembakan tersebut dapat terpenuhi atau tidak, sebab dirinya berdalih rencana awal Ferdy Sambo saat itu hanya ingin melakukan klarifikasi bukan membunuh yang menyebabkan orang meninggal dunia.
"Tapi karena ada situasi dalam perjalanan ketika saudara terdakwa Ferdy Sambo melihat Josua di depan gerbang dan kemudian dia (Sambo) menjadi sangat emosional apakah itu bisa disebut tidak memenuhi aspek kesengajaan?" tanya Febri kepada ahli Said Karim.
Menjawab pertanyaan itu, Said membeberkan unsur kesengajaan yang bisa dijadikan landasan pemenuhan peristiwa pembunuhan.
Kata dia, unsur kesengajaan itu harus sudah muncul sejak awal dari diri pelaku dengan tujuan untuk membuat orang meninggal dunia.
"Kesengajaan tadi sudah saya katakan, bahwa kesengajaan itu harus ada perbuatan nyata dalam kasus pembunuhan, harus ada perbuatan nyata dari pelaku yang menyebabkan terjadinya kematian ada orang yang meninggal dunia dan kematian ini memang dikehandaki dari pelaku," kata dia.
Akan tetapi, jika berlandaskan pada penjelasan dari Febri Diansyah, maka kata Said, kondisi saat itu tidak dapat dikatakan sebagai unsur kesengajaan melakukan pembunuhan.
Namun Said Karim meyakinkan kalau seluruh perangkat persidangan mempunyai penilaian tersendiri atas kasus yang menjerat Ferdy Sambo tersebut.
"Kalau saya mendengar uraian kronologis dari bapak penasihat hukum ketengah kan kepada saya, saya tidak melihat adanya unsur berencana di situ, karena serta merta langsung berhenti lalu kemudian hendak melakukan klarifikasi, tapi itu lagi-lagi semua pihak mempunyai kewenangan untuk menilai masing-masing," tukas dia.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
(*)Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jaksa Curigai Kertas Catatan yang Dibawa Ahli Hukum Pidana Kubu Ferdy Sambo Saat Sidang