Grid.ID - Awal tahun 2023 sudah diwarnai berbagai kabar duka.
Terbaru, tragedi jatuhnya pesawat Yeti Airlines di Nepal pada Minggu (15/1/2023).
Kecelakaan pesawat tragis itu menewaskan sekitar 68 orang.
Pesawat ATR 72-500 bermesin ganda dengan penerbangan domestik dari Kathmandu ke Pokhara tersebut mengangkut 72 orang.
Selain mengangkut penumpang lokal, pesawat tersebut mengangkut lima orang India, empat orang Rusia, satu orang Irlandia, dua orang Korea Selatan, satu orang Australia, satu orang Perancis, dan satu orang Argentina.
Dilansir dari Reuters, tragedi ini merupakan kecelakaan udara terburuk dalam 30 tahun terakhir di Nepal.
Di antara para penumpang terdapat tiga bayi dan tiga anak. Ratusan petugas penyelamat menjelajahi lereng bukit tempat pesawat itu jatuh.
Pada Minggu malam, tim menghentikan pencarian korban dan operasi akan dilanjutkan pada Senin (16/1/2023).
Saat pesawat jatuh di Nepal, cuaca sedang cerah dan sejauh ini belum ada indikasi mengapa tragedi ini terjadi.
Database dari Jaringan Keselamatan Penerbangan menunjukkan, tragedi pesawat jatuh di Nepal kali ini adalah kecelakaan udara paling mematikan di Nepal sejak 1992.
Pada 1992, Airbus A300 Pakistan International Airlines jatuh ke lereng bukit saat mendekati Kathmandu, menewaskan semua 167 orang di dalamnya.
Sejak 2000, hampir 350 orang menjadi korban tewas dalam berbagai kecelakaan udara di Nepal, di mana, di mana perubahan cuaca yang tiba-tiba dapat menyebabkan kondisi berbahaya.
Uni Eropa telah melarang maskapai penerbangan Nepal dari wilayah udaranya sejak 2013 dengan alasan masalah keamanan.
Pesawat Yeti Airlines yang jatuh pada Minggu sempat melakukan kontak dengan bandara Pokhara dari saat berada di Seti Gorge pada pukul 10.50 waktu setempat, kata Otoritas Penerbangan Sipil. Tak lama kemudian, pesawat jatuh.
“Separuh pesawat berada di lereng bukit. Separuh lainnya jatuh ke ngarai sungai Seti,” kata Arun Tamu, seorang warga setempat, yang mengatakan kepada Reuters bahwa dia tiba di lokasi beberapa menit setelah pesawat jatuh.
Khum Bahadur Chhetri, warga setempat lainnya, mengaku menyaksikan pesawat mendekat dari atap rumahnya.
“Saya melihat pesawat bergetar, bergerak ke kiri dan ke kanan, lalu tiba-tiba menukik dan jatuh ke jurang,” kata Chhetri.
Menteri Keuangan Nepal Bishnu Paudel mengatakan kepada wartawan, Pemerintah Nepal membentuk sebuah panel untuk menyelidiki penyebab kecelakaan itu dan diperkirakan akan melaporkannya temuannya dalam waktu 45 hari.
Badan investigasi kecelakaan udara Perancis, BEA, menyampaikan bahwa pihaknya akan berpartisipasi dalam penyelidikan penyebab kecelakaan itu dan berkoordinasi dengan semua pihak lain yang terlibat.
Yeti Airlines batalkan penerbangan lain
Penerbangan ke Pokhara dari Kathmandu adalah salah satu rute wisata paling populer di negara itu.
Banyak pengunjung lebih memilih penerbangan singkat tersebut daripada berkendara selama enam jam melalui jalan berbukit.
Seorang juru bicara Bandara Pokhara mengatakan, pesawat itu jatuh saat mendekati bandara.
Dia menambahkan bahwa pesawat terbang di ketinggian 12.500 kaki dan turun dengan normal.
Cuaca pada Minggu sedang cerah. Situs pelacakan penerbangan FlightRadar24 mengatakan di Twitter bahwa pesawat Yeti Airlines berusia 15 tahun dan dilengkapi dengan transponder tua dengan data yang tidak dapat diandalkan.
FlightRadar24 menambahkan bahwa sinyal terakhir dari transponder diterima pada 10.50 waktu setempat di ketinggian 2.875 kaki di atas permukaan laut.
Bandara Pokhara terletak sekitar 2.700 kaki di atas permukaan laut, menurut FlightRadar24.
Di situs webnya, Yeti Airlines menyebut dirinya sebagai maskapai domestik terkemuka. Armadanya terdiri dari enam ATR 72-500.
Yeti Airlines mengatakan, pihaknya telah membatalkan semua penerbangan regulernya untuk Senin sebagai bentuk dukacita untuk para penumpang yang tewas karena pesawatnya yang jatuh di Nepal.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "UPDATE Pesawat Jatuh di Nepal: 68 Tewas, Kecelakaan Udara Terburuk dalam 30 Tahun"