Laporan Wartawan Grid.ID, Mentari Aprellia
Grid.ID - Ferdy Sambo mendapat vonis hukuman mati dalam sidang yang digelar pada Senin (13/2/2023).
Sementara Putri Candrawathi mendapatkan vonis 20 tahun penjara.
Vonis ini lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Putri Candrawathi dengan hukuman penjara 8 tahun.
Sedangkan Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup.
Meski demikian, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menganggap bahwa vonis yang dijatuhkan hakim sudah tepat.
"Menurut saya vonis Sambo sudah tepat karena ancaman maksimal untuk pembunuhan berencana itu memang hukuman mati dan hukuman mati itu tidak bisa dikurangi," ujar Mahfud MD dilansir dari Kompas.com, Selasa (14/2/2023).
"Karena berdasar fakta persidangan, tidak ada satu pun yang meringankan," lanjutnya.
Begitu pula dengan vonis yang dijatuhkan untuk Putri Candrawathi.
Mahfud MD justru menganggap bahwa dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) lah yang menimbulkan polemik.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu merasa hukuman 20 tahun penjara untuk Putri sangat wajar, karena istri Ferdy Sambo itu didakwa Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana dan Pasal 55 KUHP tentang keikutsertaan dalam pembunuhan.
Baca Juga: Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati, Pakar Pidana Ingatkan Masih Ada Peluang Banding: Bisa Lebih Ringan
"(Putri) sebagai penyerta, sebagai orang yang ikut serta. Nah karena dia ikut serta, ya wajar kalau 20 tahun," kata Mahfud.
Ada beberapa faktor yang membuat Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi mendapat vonis yang lebih berat.
Salah satunya karena hakim menilai tragedi penghilangan nyawa Nofriansyah Yosua Hutabarat sebagai tindak pembunuhan berencana.
"Majelis Hakim menyatakan bahwa Ferdy Sambo dalam eksekusi Brigadir J sudah mempersiapkan lokasi hingga alat yang akan digunakan."
"Majelis hakim menyimpulkan bahwa terdakwa telah memikirkan bagaimana cara melakukan pembunuhan tersebut terdakwa masih bisa memilih lokasi, alat yang akan digunakan dan terdakwa menggerakkan lain orang untuk membantunya," kata hakim di persidangan seperti dilansir dari TribunGayo.com, Selasa (14/2/2023).
Majelis Hakim menilai Ferdy Sambo sudah memiliki niat dari awal untuk menghabisi nyawa Brigadir J.
Hal tersebut sesuai dengan sikap Ferdy Sambo yang memanggil Richard Eliezer setelah Ricky Rizal menyatakan tak siap menembak.
"Terdakwa dalam melakukan niatnya, saksi Ricky Rizal hingga perkataan tembak Joshua kalau melawan serta memanggil saksi Richard dengan mengatakan hal yang sama," lanjut hakim.
Majelis hakim melanjutkan lebih dari itu adanya skenario seakan-akan kejadian sebelum atau sesudah penembakan, kekerasan menjadi alasan Putri Candrawathi untuk membela diri.
Semuanya sudah dirancang dan dipikirkan baik dan tenang, tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba.
"Tidak pula dalam keadaan terpaksa atau emosional yang tinggi indikatornya adalah sebelum memutuskan kehendak membunuh itu sudah dipikirnya, bahkan jalan keluar seperti susunan skenario sudah dirancangnya," sambungnya.
Majelis hakim menegaskan hasil dari proses pemikiran terdakwa tersebut kemudian dijalankan dengan tujuan yang diinginkan, yaitu kematian Yoshua Hutabarat.
Majelis hakim pun menyatakan, pemikiran yang rapih itu diawali dengan upaya Ferdy Sambo mengisi amunisi peluru milik Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.
"Menimbang bahwa kemudian terdakwa mengambil kotak peluru dan memberikan satu kotak peluru kepada saksi Richard karena senjata Richard pada saat itu masih ada 7 amunisi peluru," kata Hakim Wahyu dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
Lebih lanjut, Ferdy Sambo juga kata majelis hakim memerintahkan kepada Bharada E untuk mengambil senjata HS milik korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat dalam dashboard mobil LM.
Keterangan itu juga dibenarkan oleh Ferdy Sambo yang menurut majelis hakim menjadi salah satu upaya dari mantan Kadiv Propam Polri itu untuk menanamkan keyakinan untuk membunuh Brigadir J.
"Sehingga tidak ada keraguan bagi saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu untuk tidak melaksanakan perintah Terdakwa," kata Hakim Wahyu.
Dengan adanya fakta tersebut, Majelis Hakim Wahyu Imam Santoso meyakini kalau perbuatan Ferdy Sambo memang sudah direncanakan dan dipikirkan.
Sementara Putri Candrawathi juga disimpulkan sudah mengetahui rencana Ferdy Sambo untuk membunuh Brigadir J berdasarkan fakta-fakta persidangan.
(*)