Saat sudah sampai di ketinggian ini, molekul-molekul air akan mengalami proses kondensasi, sehingga membentuk awan.
Awan yang sudah terbentuk akan menetap di atmosfer. Sementara angin dan kestabilan tekanan udara akan menjaga awan tetap agar berada di atmosfer.
Kemudian, untuk merubah energi panas menjadi air yang nantinya akan menjadi hujan, molekul air yang berupa gas tadi harus mengeluarkan energinya kembali.
"Ketika hal ini terjadi, awan akan mengeluarkan uap panasnya sebelum hujan turun," ungkap Agie Wandala Putra, Koordinator Sub-Bidang Peringatan Dini Cuaca BMKG, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (19/2/2021).
Energi panas yang dikeluarkan inilah, yang sering kita rasakan sebelum hujan.
Oleh sebab itu, sebelum hujan terkadang udara terasa agak gerah.
Energi panas tersebut dikeluarkan dalam jumlah yang masif, sehingga temperatur udara di sekitar akan naik karena pengaruh pelepasan energi itu.
"Hal ini biasa terjadi selama 15 menit sampai 1 jam sebelum hujan turun," lanjut Agie.
Ketika hawa panas, secara otomatis tubuh kita akan menghasilkan keringat untuk menjaga kita tetap dingin.
Namun proses pendinginan itu hanya akan berhasil jika keringat menguap.
Dengan kata lain, penguapan juga merupakan proses pendinginan.
Mengutip Spectrum Local News, ketika kelembaban relatif udara tinggi, proses penguapan keringat melambat. Akibatnya, udara terasa lebih panas.
Kebalikannya, jika udara sangat kering, tubuh dapat merasa lebih dingin apabila keringat menguap dengan cepat.
(*)