Apakah benar orang tua dan anak seringkali bersebrangan dalam menentuan calon pasangan atau jodoh?
Sebuah riset yang dilakukan peneliti di Belanda belum lama ini telah memberikan jawabannya.
Perselisihan yang disebabkan perbedaan kriteria atau kualitas calon pasangan ini memang merupakan sebuah fakta.
Dalam penelitian yang melibatkan para pelajar berkebangsaan Belanda, Amerika Serikat dan Kurdi ini menunjukkan bahwa orang tua dan anak-anak memang memiliki prioritas berbeda dalam menentukan calon jodoh.
Riset para ahli dari Universitas Gronigen yang dimuat The Washington Post itu menyebutkan bahwa pelajar Belanda dan Kurdi sama-sama setuju bahwa daya tarik seseorang merupakan hal yang sangat penting dalam pemilihan jodoh.
Namun di mata orang tua mereka, hal yang lebih penting adalah latar belakang ras, agama, dan kelas sosial.
Sementara itu para pelajar AS mengatakan bahwa penampilan dan kecerdasan merupakan hal utama yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan pasangan.
Namun dua indikator itu justru tak ada artinya di mata orang tua mereka yang lebih mementingkan status sosial, etnis atau latar belakang keluarga.
Riset yang dipublikasi dalam Review of General Psychology itu juga menyebutkan, bahwa konflik orang tua dan anak terjadi karena mereka masing-masing memiliki tujuan berbeda.
Ini terjadi karena secara genetik kepentingan pribadi mereka pun berbeda.
Alasan kenapa anak lebih memilih kecerdasan dan daya tarik sebagai kriteria utama karena dua faktor ini merupakan penanda kecocokan genetik.
Semetara itu, di lain pihak para orang tua justru khawatir akan latar belakang kelompok karena mereka ingin memastikan bahwa jodoh untuk anak mereka akan menjadi orang tua yang baik dan cocok dengan keluarga.
Ketika calon pasangan telah memenuhi kriteria yang disaratkan kedua pihak, orang tua dan anak cenderung biasanya akan sepakat soal kecocokan.
Namun seringkali, kata peneliti, kualitas tidak lagi sama: Pria yang tinggi dan ganteng mungkin akan membuat pengantin wanita terpana, namun sang pria bisa jadi suka jelalatan.
Padahal pria yang botak dan berkacamata mungkin tidaklah menarik tetapi mereka juga bisa menjadi bapak yang baik dan perhatian.
"Ketika dikaitkan dengan pernikahan, kuncinya adalah pasangan yang mencatat nilai tinggi dalam hal ciri gen yang baik -- seperti daya tarik dan selera humor -- cenderung memiliki nilai rendah dalam hal ciri orang tua baik, dan sebaliknya," ungkap Justin H. Park, ahli psikologi sosial yang melakukan riset ini.
Artikel ini telah tayang di laman BanjarmasinPost dengan judul: Alasan Atta Halilintar dan Raffi Ahmad Mau Jodohkan Ameena dan Rayyanza, Ruben Onsu Usul Ini (*)