Grid.ID - Penciptaan karya ini membuat benda keseharian di rumah seperti perabot dapur, perabot ruang makan, perabot ruang keluarga, perabot ruang tamu, mainan anak-anak dengan material keramik yang bersumber dari cerita relief naratif di Candi Sojiwan.
Karya keramik dalam penelitian berkisar antara benda-benda keseharian dengan ruang domestik yang dialami semua orang, antara aspek fungsional, utilitas (kegunaan) dengan konsumsi (seperti dekorasi).
Benda-fungsional-keramik adalah benda-keseharian-fungsional yang paling dekat sebagai cermin dari keberadaan manusia.
Benda-benda keseharian tidak pernah menempati suatu posisi tetap, selalu berada di ruang kediantaraan (in betweeness): fungsional dengan dekorasi; digunakan (utilitas) dan dikoleksi.
Karya keramik berupa benda keseharian dalam penelitian ini lebih menekankan pada pengalaman peneliti dalam menempatkan kembali hubungan antara praktik kreatif dengan dunia objektif manusia, yakni aktivitas keseharian manusia di meja makan, dapur, dan di dalam rumah yang penulis anggap masih memiliki potensi sebagai pengalaman non-rutin, perulangan tanpa struktur.
Ketika melihat relief Candi Sojiwan secara lebih detail akan merasakan suatu proses menceritakan kisah atau cerita tentang figur besar yang posisinya terus berganti sesuai dengan tokoh dalam setiap cerita dengan menyederhanakan keseluruhan teks aslinya menjadi sejumlah figur utama dengan memberinya konteks tertentu untuk memudahkan orang menyadari gema dari sumber aslinya.
Singkatnya ada kesadaran akan keterbatasan medium yang menuntut agar terjadi penyederhanaan penceritaan maupun penggambaran yang hanya mempertahankan gagan fundamental, pokok cerita, dari cerita aslinya.
Jika merujuk pada kaidah adaptasi Linda Hutcheon, ini adalah ragam adaptasi sebagai sebuah produk dengan sedikit memberikan sentuh rekontekstualisasi maupun reinterpretasi.
Relief candi adalah sebuah produk formal yang hubungannya dengan sumber asli sudah diketahui secara jamak.
Perubahan medium, transposisi medium, dari teks sastra-religius, Jataka, ke relief bergerak dari mode menceritakan ke mode menceritakan ulang dalam bentuk gambar.
Melihat adaptasi pada relief Candi Sojiwan tetapi merupakan mode menceritakan ke mode menggambar, di mana dibutuhkan pemahaman mendalam tentang teks sumber sehingga memungkinkan keleluasaan dalam mendramatisir beberapa unsur sehingga pengaturan-ulang plot dan unsur lain dalam cerita asli terjadi secara tepat.
Baca Juga: Palmerah, Yuk! Menikmati Karya Sambil Mengasah Rasa di Yogyakarta
Sedari awal penulis merasakan akan mengalami proses yang sama, yakni pendalaman tentang teks sumber pertama, dan memahami lebih detail relief sebagai sumber adaptasi sehingga memudahkan penulis menentukan bentuk adaptasinya ke dalam media seni keramik.
Bentuk keramik fungsional yang setiap bentuknya berdiri sebagai satu satuan, seperti table-set atau kitchen-set, sehingga akan memudahkan mereka yang melihat, terutama anak-anak, merasakan adanya perulangan gambar figur utama dari setiap cerita relief yang variatif.
Hal ini nantinya akan terlihat dalam proses pembuatan sketsa yang bertahap dari lima relief yang dipilih.
Salah satu yang paling tidak mudah, seluruh cerita pada relief Candi Sojiwan mampu mendapatkan ketepatan penggambaran lengkap dengan suasananya, terutama dalam mempertahankan auranya sebagai pelajaran moral.
Dengan mengandalkan realisme gambar dan warna alamiah batu tidak saja menggambarkan daya tahan cerita memasuki dunia baru yang beragam ataupun metafora penatahan moralitas dalam kebatuan diri manusia, tapi aura dari figur utama cerita mendapatkan kekuatannya lebihnya (auranya) dalam sebuah bangunan suci yang menyedot konsentrasi.
Pada keramik kejutan seringkali muncul dalam pilihan bentuk, warna dan fungsi.
Dalam menentukan bentuk dibutuhkan kesabaran dan pelepasan imaginasi, di sinilah penulis mengambil keputusan mempertahankan bentuk peralatan rumahan dalam tradisi gerabah di Pagerjurang dengan mengimprovisasi di beberapa bagian.
Pengalaman membuat bentuk-bentuk keramik non-fungsional tidak menjadi pilihan penulis karena akan menurunkan pesan-pesan dari cerita bagi anak-anak.
Terjadi kendala penceritaan-ulang dari cerita relief. Pilihan selanjutnya pada warna dengan mengadaptasi teknik keramik-naratif yang berkembang dalam berbagai tradisi keramik-naratif, seperti mempertahankan dominasi warna tanah yang mau tidak mau mempertahankan pola pembakaran terukur yang kemudian di-engobe sebagai wadah bagi warna yang lebih cerah atau sesuai dengan konteks bercerita bagi anak-anak.
Semua pertimbangan adaptasi ini diuntungkan oleh kelenturan keramik sebagai medium penuangan berbagai gagasan.
Pembukaan pameran pada Selasa (4/4/2023) pukul 16.00 WIB di Bentara Budaya Yogyakarta, Jl. Suroto, No 2 Kota Baru, Yogyakarta.
Baca Juga: Pasar Yakopan Bawa Semangat Kembali Pasca Pandemi
Pameran ini akan berlangsung mulai tanggal 5 – 11 April 2023, pukul 10.00 s/d pukul 21.00 WIB. (*)