Grid.ID – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) melakukan upaya untuk mengoptimalisasi penerapan budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Binwasnaker dan K3) menggelar kegiatan Peningkatan Kompetensi Ahli K3 pada Rabu (5/4/2023) dan Kamis (6/4/2023). Kegiatan tersebut diselenggarakan secara hybrid,yakni daring dan luring, serta melibatkan 2.700 ahli K3 Umum dari berbagai daerah di Indonesia.
Pada kesempatan tersebut Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemenaker Haiyani Rumondang mengatakan bahwa untuk membangun ekosistem ketenagakerjaan unggul tidak hanya memerlukan penyusunan regulasi yang baik di bidang ketenagakerjaan.
Menurutnya, peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh pihak akan penerapan norma ketenagakerjaan, termasuk budaya K3, perlu juga untuk dilakukan.
“Hal itu sering kali luput dalam benak kita bahwa penerapan budaya K3 yang baik dapat menghindarkan kita dari risiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja,” ujarnya menurut keterangan tertulis yang diterima Grid.ID, Rabu (5/4/2023).
Lebih lanjut ia mengatakan, minimnya kedua risiko tersebut pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja dan terwujudnya pekerjaan layak. Hal itu akan berdampak juga pada pemenuhan kebutuhan hidup pekerja serta pengusaha.
Ia pun menjelaskan bahwa K3 di tempat kerja merupakan salah satu upaya perlindungan bagi pekerja dalam upaya menciptakan tempat kerja yang selamat dan sehat.
Adapun, upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh Kemenaker untuk meningkatkan budaya K3 adalah penyusunan dan pembaharuan norma, standar, kriteria dan prosedur, serta melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan K3.
"Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran pengurus perusahaan dan pekerja tentang manfaat pelaksanaan K3, yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas," ucapnya.
Ia pun membahas data Sakernas 2020 di mana struktur pasar kerja Indonesia di dominasi tenaga kerja dengan tingkat pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Tingkat pendidikan pekerja yang rendah tersebut merupakan tantangan bagi Ahli K3 dalam memberikan pemahaman K3 kepada pekerja. Hal ini karena mereka memerlukan kemampuan untuk dapat mengerti berbagai akibat yang dapat terjadi pada dirinya maupun orang lain apabila tidak melaksanakan K3.
"Oleh karenanya pada setiap tempat kerja perlu ditempatkan seseorang yang memahami benar tentang K3 sebagai penggerak dan pembina kepada para pekerja bawahannya," ucap Dirjen Haiyani.
Sementara itu, Direktur Bina Kelembagaan K3 Heri Sutanto mengatakan, tujuan kegiatan ini dalam rangka peningkatan kompetensi Ahli K3; meningkatkan pemahaman regulasi dan kebijakan terbaru tentang K3 kepada para Ahli K3; dan melakukan penilaian kinerja Ahli K3.