Find Us On Social Media :

Ferdy Sambo Tak Hadir di Sidang Putusan Banding, Hakim Sebut Pidana Mati Masih Dibutuhkan, Begini Alasannya

By Grid., Rabu, 12 April 2023 | 13:11 WIB

Ferdy Sambo Tak Hadir di Sidang Putusan Banding, Hakim Sebut Pidana Mati Masih Dibutuhkan, Begini Alasannya

Grid.ID - Ferdy Sambo diketahui tak hadir dalam sidang putusan banding.

Hakim menyebut bahwa pidana mati masih dibutuhkan di Indonesia saat bacakan putusan sidang banding Ferdy Sambo.

Ternyata begini alasan hakim menyebut pidana mati masih dibutuhkan di Indonesia.

Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sependapat bahwa hukuman pidana mati masih dibutuhkan di Indonesia.

Hal itu disampaikan Hakim Ketua, Singgih Budi Prakoso saat membacakan pandangan terkait memori banding pihak yang berperkara.

Awalnya Hakim menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan pengkajian terhadap memori bandiung yang diajukan Ferdy Sambo Cs.

Dalam pandangan tersebut, Singgih Budi Prakoso juga menyampaikan hal yang berkaitan dengan istila ultra petita dalam perkara atas nama terdakwa Ferdy Sambo.

"Majelis Hakim Tinggi berpendapat bahwa istilah ultra petita tidak dikenal baik dalam hukum acara pidana maupun hukum pidana,"

"Ultra petita hanya dikenal dalam hukum perdata sebagaimana diatur dalam hukum acara perdata pasal 178," ujar Hakim Ketua melalui siaran langsung Kompas TV, Rabu (12/4/2023).

Kemudian Singgih Budi Prakoso juga menyampaikan pandangan terhadap vonis pidana mati dijatuhkan pada pengadilan tingkat pertama dalam kasus Sambo tersebut.

Hakim berpendapat bahwa pidana mati masih dibutuhkan di Indonesia agar memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana.

Baca Juga: PILU Anak Bungsu Ferdy Sambo Ulang Tahun Tanpa Orang Tua, Putri Candrawathi Kirim Pesan Haru ini

"Majelis Hakim Tinggi berpendapat bahwa selain secara normatif masih diatur pidana mati, pidana mati masih dibutuhkan sebagai shock teraphy atau efek jera yang secara psikilogis membawa dampak pada penegakan hukum di Indonesia," ujarnya.

"Dua, berkaitan dengan vonis pidana mati yang dijatuhkan Majelis Hakim atas perkara Ferdy Sambo, pertama adalah hukuman mati masih berlaku sebagai hukum positif di Indonesia.

Hukuman mati tersebut juga diungkapkan hakim masih terdapat dalam KUHP terbaru.

Vonis Ferdy Sambo

Mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo divonis pidana mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Ferdy Sambo merupakan terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.

"Mengadili terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana, turut serta melakukan tindakan pembunuhan berencana," ujar hakim.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa (Ferdy Sambo) tersebut oleh karena itu pidana mati," sebut hakim Wahyu Iman Santoso.

Hakim juga memerintahkan terdakwa untuk tetap berada dalam tahanan.

Biaya perkara dalam kasus Ferdy Sambo tersebut dibebankan kepada negara.

Ferdy Sambo dikenakan pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca Juga: Ucapkan Ulang Tahun dari Penjara, Ferdy Sambo Tulis Surat Menyentuh untuk sang Putra, Ungkap Kesedihan dan Rindu

Motif Pembunuhan Brigadir Yosua

Motif pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu oleh Ferdy Sambi Cs diungkap Majelis Hakim dalam amar putusan.

Amar putusan tersebut dibacakan Hakim Wahyu Iman Santoso pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Sidang tersebut beragendakan pembacaan putusan atau vonis terhadap terdakwa mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo.

Selain Ferdy Sambo, Majelis Hakim juga akan membacakan vonis terhadap Putri Candrawati.

Majelis Hakim PN Jakarta Selatan menilai motif pembunuhan Brigadir Yosua bukan karena adanya pelecehan seksual atau pemerkosaan terhadap Putri Candrawati.

Namun motif didasari adanya rasa sakit hati kepada almarhum Brigadir Yosua Hutabarat.

Hakim Ketua PN Jakarta Selatan, Wahyu Iman Santoso menyampaikan pertimbangan motif kekerasan seksual tidak dapat dibuktikan secara hukum.

"Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas dengan demikian motif adanya kekerasan seksual yang dilakukan oleh korban Nofriansyah Yosua Hutabarat terhadap Putri Candrawati tidak dapat dibuktikan menurut hukum," ujar Hakim Wahyu saat membacakan amar putusan di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).

Wahyu menuturkan bahwa motif yang tepat di kasus pembunuhan Brigadir Yosua lantaran Putri Candrawati disebut sakit hati dengan perbuatan Brigadir Yosua.

"Motif yang lebih tepat menurut majelis hakim adanya perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, di mana perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat tersebut yang menimbulkan perasaan sakit hati yang begitu mendalam terhadap Putri Candrswati," jelasnya.

Baca Juga: GEGER Kabar Ferdy Sambo Bakal Segera Dieksekusi Mati, Pelaksanaan April Mendatang? Ternyata Begini Faktanya

Namun begitu, Hakim Wahyu tak merinci perbuatan Brigadir Yosua yang membuat Putri Candrawati menjadi sakit hati yang mendalam.

Dia hanya menyatakan bahwa dalil pemerkosaan Brigadir Yosua terhadap Putri Candrawati dinilai patut dikesampingkan dalam persidangan.

"Berdasarkan uraian pertimbangan di atas majelis tidak memperoleh keyakinan yang cukup bahwa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat telah melakukan pelecehan seksual atau perkosaan atau lebih dari itu kepada Putri Candrawati. Sehingga terhadap adanya alasan demikian patut dikesampingkan," tukasnya.

Sebagai informasi, dalam perkara ini jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut seluruh terdakwa.

Mantan Kadiv Propam Polri sekaligus otak dari rencana pembunuhan Brigadir Yosua, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup. Sementara sang istri yakni Putri Candrawati dituntut pidana 8 tahun penjara.

Kepada Ferdy Sambo, jaksa tidak menemukan adanya hal yang meringankan serta tidak adanya alasan pembenar dan pemaaf dalam diri mantan Kadiv Propam Polri itu.

"Bahwa dalam persidangan pada diri terdakwa Ferdy Sambo tidak ditemukan adanya alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghapus sifat melawan hukum serta kesalahan Terdakwa Ferdy Sambo," kata jaksa dalam tuntutannya yang dibacakan pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).

Atas hal itu, terdakwa Ferdy Sambo harus diwajibkan menjalani pertanggungjawaban pidananya atas kasus tersebut.

Sehingga menurut jaksa, tidak ada dasar dari penuntut umum untuk membebaskan Ferdy Sambo dari jerat hukum.

"Bahwa Terdakwa Ferdy Sambo tersebut dalam kesehatan jasmani dan rohani serta tidak diketemukan adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf yang membebaskan dari segala tuntutan hukum atas perbuatannya sebagaimana pasal 44 sampai 51 KUHP maka terhadap Terdakwa Ferdy Sambo SH, S.iK MH harus lah dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya," tukas jaksa.

Sementara kepada terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, jaksa menuntut pidana 12 tahun penjara.

Baca Juga: HARU, Putri Ferdy Sambo Curhat Diperlakukan Begini oleh Teman-temannya Usai Ayahnya Divonis Hukuman Mati

Selanjutnya untuk kedua terdakwa lainnya yakni Bripka RR dan Kuat Maruf sama-sama dituntut delapan tahun penjara.

Jaksa menyatakan, seluruh terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama yang membuat nyawa seseorang meninggal dunia sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Tuntutan-tuntutan itu kemudian disanggah oleh para terdakwa melalui sidang agenda pembacaan pleidoi.

Secara umum, pleidoi para terdakwa memuat bantahan-bantahan atas kesimpulan JPU yang tertuang di dalam materi tuntutan.

Mereka juga memohon agar Majelis Hakim membebaskannya dari tuntutan.

Terkait pleidoi itu, jaksa juga melayangkan bantahan dalam replik.

Secara garis besar, jaksa menolak pleidoi para terdakwa karena dianggap tidak memiliki dasar yuridis yang kuat.

"Uraian pledoi tersebut tidaklah memiliki dasar yuridis yang kuat yang dapat digunakan untuk menggugurkan surat tuntutan tim penuntut umum," kata jaksa dalam persidangan pada Jumat (27/1/2023).

Artikel ini telah tayang di TribunJambi.com dengan judul, Bacakan Amar Putusan Banding Ferdy Sambo, Hakim Sepakat Pidana Mati Masih Dibutuhkan, Ini Alasannya

(*)