Grid.ID - Bagaimana seorang anak muda mengatasi sampah puntung rokok? Bagaimana seorang anak tuna netra membantu tuna netra lainnya membaca Alquran? Bagaimana menggerakkan anak muda aktif di Musrenbang, suka hemat energi, mengurangi kekerasan berbasis gender, memberdayakan bakau, serta banyak lagi aktivitas kreatif yang berdampak sosial?
Empat belas finalis Ashoka Young Changemaker (AYC) telah membuktikan bahwa inisiatif-inisiatif kreatif yang menjawab masalah-masalah sosial dari berbagai bidang bisa datang dan dikembangkan oleh anak-anak muda pada usia yang amat belia.
Berangkat dari empati akan masalah yang dihadapi komunitas atau orang-orang di sekitarnya, empat belas kandidat AYC yang berumur 10-19 tahun ini lalu membentuk tim dan merancang inovasi sosial yang menggerakkan perubahan bagi masyarakat di sekitarnya.
Mereka berasal dari 9 propinsi; DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, Jambi, Banten, Kalimantan Barat, dan Maluku dan masing-masing telah menciptakan dampak yang dihargai baik di skala lokal, nasional, maupun internasional.
Para kandidat ini terpilih dari 164 pendaftar melalui seleksi bertahap yang melibatkan para pemuda pembaharu dan pemimpin Ashoka dari seluruh dunia.
Para kandidat akan memasuki tahap akhir yaitu panel final, yang melibatkan tokoh-tokoh dari berbagai bidang, seperti H.A. Syarif Munawi (Wakil Sekjen PB NU), H. Didik Suhardi, PhD (Ketua Majelis Pendidikan Nasional Muhammadiyah), Adi Prinantyo (Redaktur Pelaksana Harian Kompas), Jovial da Lopez (Chief Creative Officer, Narasi) serta berbagai ahli pendidikan serta media.
Ashoka merupakan organisasi nirlaba yang didirikan Bill Drayton, pionir gerakan kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) telah mendukung lebih dari 3,800 wirausahawan sosial dari 93 negara di dunia yang tergabung sebagai Ashoka Fellows.
Baca Juga: Pameran Tunggal Herjaka HS: Bumi Sriwedari, Apakah Bumi Kita Sedang Baik-baik Saja?
Di antaranya, 205 wirausahawan sosial berasal dari Indonesia. Belajar dari para visioner pencetus gerakan dan inovasi sosial yang memulai inisiatif di usia muda, Ashoka menyadari bahwa setiap anak harus dapat tumbuh berkembang menjadi pembuat solusi, pemmpin pembaharu, dan kontributor aktif bagi masyarakat yang lebih adil, setara, berkelanjutan, dan sejahtera.
Di Indonesia, selain mengadakan pemilihan Ashoka Young Changemaker, Ashoka juga bekerja sama berbagai ekosistem di bidang tumbuh kembang anak muda, seperti ekosistem pendidikan dan keluarga untuk memastikan agar anak-anak muda mendapat dukungan untuk mengembangkan wawasan dan keterampilan mereka untuk menggerakkan perubahan, seperti para Ashoka Young Changemaker.
“Untuk memanfaatkan bonus demografi dan menyongsong Indonesia Emas 2045, kita harus mengusahakan agar setiap anak di Indonesia memiliki empati dan dapat berlatih menjadi penggerak perubahan sejak dini, karena kemampuan menggerakkan perubahan ini merupakan keterampilan kunci di era yang penuh perubahan ini,” tegas Nani Zulminarni, Direktur Ashoka Asia Tenggara.
Bill Drayton, pendiri Ashoka yang merupakan pencetus kata ‘changemaker’ menambahkan, “Tidak ada masalah yang tidak bisa kita selesaikan bila setiap orang adalah pembaharu dan kita bekerja sama untuk memecahkan setiap masalah yang kita hadapi bersama.” (*)