Grid.id - Kisah dari 11 nelayan Indonesia asal NTT ini menjadi sorotan.
Kesebelas di antaranya terdampar selama enam hari di pulau kecil perairan Australia.
Mereka nyaris tewas lantaran kapal yang mereka naiki yakni Kapal Dioskuri 01 dan Perahu Motor Putri Jaya terdampak Siklon Tropis Ilsa.
Pada Senin (7/4/2023), mereka diselamatkan otoritas Australia di Pulau Bedwell, Rowley Shoals, Australia Barat.
Setelah beberapa minggu, 11 nelayan terebut dipulangkan ke kampung halamannya di Rote Ndao dan tiba pada Senin (1/5/2023).
Salah satu nelayan yang selamat adalah Badco Said Jalating (24).
Ia berhasil lolos saat kapalnya dihantam badai Isla di perairan perbatasan antara Australia dan Indonesia.
Bado Said adalah satu-satunya ABK Perahu Motor Putri Jaya yang selamat.
Sementara delapan ABK lainnya dinyatakan hilang, termasuk saudara kandung Badco, Syafrudin Jalating.
Awalnya Badi Said melaut bersama adiknya, Syafrudin Jalating serta nelayan lainnya pada 7 April 2023.
Walau sempat dilarang oleh sang ibu karena angin yang sangat kencang, mereka tetap berangkat karena diperintah oleh juragan atau nahkoda kapal yakni Arsad Saleh.
Badco Said Jalating bercerita pada tanggal 12 April, sekitar tengah malam, perahu mereka dihantam gelombang dan angin kencang. Perahu mereka tiba-tiba terbalik.
"Saat terbalik kita sembilan orang masih terkumpul," kata Badco. Dalam keadaan gelap gulita, dia sempat menggenggam tangan adiknya, Syafrudin Jalating, sambil memegang badan perahu yang terbalik.
Baca Juga: VIRAL Penyelam Menemukan Alquran 18 Meter di Dasar Laut, Posisinya Terbuka pada Surat ini
Tapi karena benturan kayu dan gelombang besar, tangan adiknya terlepas.
Mereka pun terpisah sejak saat itu.
"Saya pegang tangan adik saya dan pegang perahu. Tapi karena benturan dari kayu, adik saya terlepas," kata Badco menceritakan peristiwa tersebut.
Pada pagi harinya, Badco telah berada di laut biru dan terus terbawa arus.
"Saya tidak tahu itu di bagian mana lagi, ya pasrah saja", katanya. Meski tidak terlihat pulau, Badco pantang menyerah. Dia terus berupaya untuk berenang. Ia selamat karena mengikatkan dirinya ke wadah air plastik besar sebelum melompat dari perahu.
"Saya berenang dua hari satu setengah malam," kenangnya.
Dia menceritakan selama berenang 30 jam tidak memperoleh asupan makanan sama sekali.
Dia hanya mengonsumsi air laut jika haus. Untuk mempertahankan diri di laut, Badco selalu bergantian menggerakkan kaki dan tangannya.
"Ingat anak saja, saya berenang. Saya mendengar anak sebut saya punya nama. Di situ saya semangat berenang."
Badco baru bertemu Pulau Bedwell pada pagi hari dan bertemu dengan 10 ABK Perahu Dioskuri.
Dia diberikan pakaian serta makanan berupa ikan.
Setelah enam hari berada di pulau tersebut, mereka baru ditemukan oleh otoritas Australia yang melakukan patroli menggunakan pesawat.
Dan sekitar satu jam kemudian barulah datang helikopter tim SAR untuk melakukan upaya penyelamatan.
Dia juga menceritakan selama berada di pulau, mereka tidur seadanya dan hanya mengonsumsi air laut.
Meski berhasil selamat, Badco harus kehilangan bapak mertua dan adiknya yang hingga saat ini masih belum ditemukan.
Musibah itu telah dijadikan pengalaman bagi Badco untuk tetap memperhatikan cuaca jika harus melaut lagi.
Bagi Badco, profesi nelayan adalah satu-satunya pekerjaan yang bisa mendatangkan uang.
Dia mengaku sekali melaut selama 12 hingga 14 hari, dirinya bisa memperoleh penghasilan Rp 20 juta hingga Rp30 juta.
Sementara itu dari data yang diterima Kepala Desa Papela, Sugiarto, ada delapan nelayan yang hilang yakni Arsad Saleh, Salman Kawak, Safrudin Jalating, Harno Acing, Muhammad Yamin, Rendi, Jun, dan Iven.
Nusiaga mengatakan, menurut kesaksian Badco, delapan orang itu tidak selamat karena perahu terbalik.
Sebelas nelayan Indonesia pun berhasil diselamatkan dan tiba di Darwin pada Rabu (19/04) pukul 13.00 waktu setempat, setelah sempat menjalani pemeriksaan medis di Rumah Sakit Broome, Australia Barat.
Mereka ditempatkan di detensi imigrasi Northern Alternative Place of Detention (NAPOD) di Hotel Frontier Darwin, sambil menunggu proses repatriasi atau pemulangan.
Dalam berita resmi yang disampaikan Konsulat RI di Darwin kepada Pemerintah Provinsi NTT, 11 nelayan itu ditetapkan sebagai Non-warga negara Australia yang Melanggar Hukum (Unlawful Non Citizens/UNCs) dan ditahan berdasarkan Migration Act 1958 karena telah memasuki zona penangkapan ikan Australia.
Namun, setelah mempertimbangkan beberapa hal, termasuk trauma yang dialami para nelayan, pihak berwenang Australia memutuskan untuk melakukan repatriasi tanpa melalui suatu proses pengadilan.
Baca Juga: Meninggal di Usia 85 Tahun, Piyu Padi Reborn Kenang Momen Tak Terlupakan Bersama sang Ibunda
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Badco Said Selamat Saat Perahunya Dihantam Badai di Perairan Australia, Renang 30 Jam, Sang Adik Hilang"
(*)