Pakar komunikasi digital Universitas Indonesia, Firman Kurniawan, membenarkan bahwa teknologi semacam itu merupakan produk AI.
"Iya ini (video suara Jokowi) pakai AI," ucapnya kepada Kompas.com, Minggu (7/5/2023).
Menurut Firman, kecanggihan AI tidak hanya mampu menyerupai suara seseorang, tetapi hingga mimik wajah dan ekstresi muka.
"Kalau deep fake bisa sampai wajah, ekspresi muka, suara, intonasi, hingga logat, semua identik," terangnya.
Di Amerika Serikat, deep fake beberapa kali digunakan, bahkan dalam konteks politik.
Bahaya potensi penyebaran hoaks
Kecanggihan deep fake di satu sisi menjadi sebuah demonstrasi kemajuan teknologi. Namun, di sisi lain, kecanggihan ini bisa menimbulkan dampak negatif.
Pengamat keamanan siber Alfons Tanujaya mengatakan, teknologi deep fake berpotensi meningkatkan penyebaran hoaks.
"AI seperti deep fake sangat berpotensi digunakan untuk menyebarkan informasi bohong dan fitnah, khususnya untuk kepentingan politik," ucapnya, terpisah.
Cara ini bisa digunakan untuk menghancurkan reputasi atau menurunkan elektabilitas lawan politik.
Terlebih lagi, produk deep fake ini tidak mudah dikenali oleh masyarakat.