Alasannya, jelas Indah, adalah dibutuhkannya regulasi yang cepat terbentuk. Apabila terdapat arahan dari Menaker untuk ditingkatkan menjadi Peraturan Menteri, Kemenaker akan memprosesnya.
“Kepmenaker ini terbentuk dalam waktu tujuh hari saja. Rancangan Kepmenaker kami bahas dengan para pimpinan Konfederasi Serikat Pekerja,” kata Indah.
Ia tidak menampik, viralnya kasus pekerja di Cikarang, Jawa Barat, yang dipaksa untuk “staycation” oleh atasan demi perpanjangan kontrak, menjadi salah satu pemantik dan pendorong penerbitan Kepmenaker Nomor 88 Tahun 2023.
“Ini (Kepmenaker) juga tercipta berkat adanya dorongan dari Apindo dan Konfederasi Serikat Pekerja,” lanjutnya.
Berlaku setara untuk semua gender
Pada kesempatan tersebut, Menaker Ida juga menjelaskan bahwa Kepmenaker Nomor 88 Tahun 2023 berlaku setara, baik untuk pekerja perempuan maupun laki-laki.
“Meski pada kenyataannya korban lebih banyak perempuan, laki-laki pun berhak mendapat perlindungan yang sama di tempat kerja. Pelaku tindak kekerasan dan pelecehan juga bisa laki-laki atau perempuan. Bahkan, Kepmenaker ini akan berlaku juga bagi pemberi kerja yang mengalami tindak kekerasan seksual dari pekerja,” kata Ida.
Menaker pun menjelaskan Kepmenaker Nomor 88 Tahun 2023 tidak menggugurkan hak korban untuk melaporkan kasus tindak kekerasan seksual di tempat kerja secara pidana sesuai UU TPKS.
Baca Juga: Usut Tuntas Kasus Pelecehan Seksual di Bekasi, Menaker Pastikan Korban Dapat Perlindungan
“Jadi, Kepmenaker ini adalah dasar hukum dari segi ketenagakerjaannya,” tegas Ida.
Dalam Kepmenaker Nomor 88 Tahun 2023 tercantum bahwa akan dibuat satuan tugas (Satgas) di setiap perusahaan yang terdiri dari elemen Apindo dan Konfederasi Serikat Pekerja. Satgas akan berfungsi mencegah dan menangani kekerasan seksual di tempat kerja.
Kemenaker juga membuka kanal pengaduan, baik luring maupun daring, yang menjaga kerahasiaan korban.