Saat itu, ibunya, Jullia Quazi menyadari bahwa putranya mampu berbicara dalam kalimat penuh dalam usia yang sangat muda itu.
Ia sering mendengarkan radio saat duduk di bangku Taman Kanak-Kanak (TK), kemudian menceritakan informasi yang didengar kepada guru dan teman-temannya.
Kairan keluar dari sekolahnya saat ia baru menduduki bangku kelas 3 di Sekolah Dasar (SD).
Sebab, keluarganya melihat bahwa Kairan memiliki IQ yang sangat tinggi dan kecerdasan emosional yang membuatnya tampak lebih dewasa.
"Guru, orang tua, dan dokter saya setuju bahwa pendidikan arus utama bukanlah jalan yang tepat untuk kemampuan belajar saya," kata Kairan.
Begitu menginjak usia 9 tahun, Kairan melanjutkan pendidikannya di Kampus Komunitas (community college) Las Positas, di mana ia juga bekerja sebagai tutor.
Adapun akademi komunitas merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan setingkat diploma satu atau dua.
Dua tahun kemudian, Kairan berpindah ke Universitas Santa Clara.
Ia juga sempat menjadi karyawan magang selama beberapa tahun di perusahaan Intel Labs sebagai rekan peneliti (research fellow) kecerdasan buatan.
Dengan kesibukan seperti ini, Kairan sama sekali tidak merasa telah "kehilangan" masa kanak-kanaknya.