Grid.ID - Wanita ini berhasil lolos usai menjadi tawanan dan budak pemuas nafsu anggota ISIS.
Kisah pilu dialami gadis bernama Nadia Murad yang pernah dijadikan budak seks ISIS.
Tidak hanya mendapatkan kekerasan fisik dan seksual, gadis etnis Yazidi itu bahkan menyantap daging anaknya sendiri.
Kisah yang dialami Nadia Murad sukses menyita perhatian dunia.
Berkat keberanianannya membuka kekejaman ISIS, Nadia mendapatkan penghargaan Nobel Perdamaian pada tahun 2018 lalu.
Lalu, bagaimana kronologi Nadia bisa menjadi tawanan hingga berhasil kabur dari ISIS?
Simak kisahnya berikut ini.
Kedatangan ISIS di Irak
Perempuan berusia 25 tahun ini dulu tinggal di sebuah desa yang tenang di pegunungan Sinjar, di wilayah utara Irak, tak jauh dari perbatasan dengan Suriah.
Namun, ketenangan itu hancur ketika kelompok ekstremis bersenjata ISIS menyapu sebagian wilayah Irak dan Suriah pada 2014.
Tak hanya itu, serbuan ISIS tersebut sekaligus menjadi mimpi buruk yang mengubah hidup Nadia selamanya.
Satu hari pada Agustus 2014, sejumlah truk pikap dengan bendera hitam berkibar di atapnya memasuki desa Kocho, tempat Nadia tinggal.
ISIS membunuh semua pria di desa itu, menculik anak-anak untuk dilatih menjadi tentara, dan menjadikan para perempuan Yazidi sebagai budak seks.
"ISIS ingin merampas kehormatan kami, tetapi justru merekalah yang kehilangan kehormatan," ujar Nadia yang kini adalah duta besar PBB untuk para penyintas perdagangan manusia.
Dijadikan Budak Seks dan Makan Daging Anak Sendiri
Setelah ditangkap dari desanya, Nadia dan para perempuan Yazidi lainnya menjalani penderitaan paling hebat sepanjang hidup mereka.
Nadia dan para perempuan lainnya dibawa ke Mosul, yang didaulat sebagai ibu kota kekalifahan yang diproklamasikan ISIS.
Selama kurang lebih tiga bulan menjadi tawanan ISIS, Nadia berulang kali dipukuli, disiksa, dan diperkosa.
Tak hanya itu, ISIS kemudian menggelar pasar budak untuk menjual para perempuan dan gadis Yazidi itu kepada siapa saja yang berminat membeli.
Bukan hanya menjadi budak seks, para perempuan juga melihat anggota keluarga mereka habis di tangan kekejaman anggota ISIS.
Kepada Vian Dakhill, seorang anggota parlemen Irak, Nadia mengaku tidak sadar memakan bayinya sendiri.
Bayinya itu dibunuh lalu dimasak sebelum dihidangkan kepadanya bersama sepiring nasi.
Vian, dalam keterangannya, juga menyebut ada seorang gadis berusia 10 tahun dipaksa berhubungan seks hingga meninggal dunia di depan saudara perempuan dan ayahnya.
"Salah satu perempuan yang berhasil kami bebaskan dari ISIS mengatakan bahwa dia ditahan di ruang bawah tanah selama 3 hari tanpa makan dan air," ujar Vian kepada media Mesir, Extra News.
Setelah itu, lanjut Vian mengatakan, para komandan ISIS itu membawa sepiring nasi lengkap dengan lauknya.
"Perempuan itu memakannya karena sangat kelaparan."
Setelah makan, para anggota ISIS bilang kepadanya kalau daging yang ia makan adalah anaknya sendiri.
"Kami memasak anak laki-lakimu yang berumur satu tahun yang kami ambil darimu dan kamu baru saja memakannya," ujar Vian meniru perkataan anggota ISIS.
Dipaksa Meninggalkan Agama
ISIS juga memaksa para perempuan Yazidi itu meninggalkan kepercayaan yang mereka anut.
Komunitas Yazidi yang berbahasa Kurdi itu menjalani sebuah agama kuno yang memercayai satu Tuhan dan pemimpin para malaikat yang direpresentasikan dalam bentuk burung merak.
Seperti ribuan perempuan Yazidi lainnya, Nadia dipaksa menikahi seorang anggota ISIS, disiksa, dipaksa mengenakan make-up, dan pakaian ketat.
Tak tahan dengan berbagai jenis siksaan itu, Nadia nekat melarikan diri dan berhasil selamat karena mendapat bantuan sebuah keluarga Muslim asal Mosul.
Dengan berbekal surat-surat palsu, Nadia berhasil melintasi perbatasan dan masuk ke wilayah Kurdi untuk bergabung dengan ribuan pengungsi Yazidi di sana.
Di tempat pengungsian itulah baru Nadia mengetahui enam saudara laki-laki dan ibunya tewas dibunuh ISIS.
Berkat bantuan sebuah organisasi yang membantu warga Yazidi, Nadia bisa bertemu saudarinya di Jerman, tempat dia saat ini tinggal.
Sejak saat itu, Nadia mendedikasikan dirinya untuk apa yang disebutnya "perjuangan rakyat kami", dan menjadi aktivis anti-kekerasan terhadap perempuan ternama jauh sebelum gerakan #MeToo melanda dunia.
Sebelum serbuan ISIS pada 2014, jumlah warga etnis Yazidi di Irak berjumlah sekitar 550.000 orang.
Namun, sebanyak 100.000 orang sudah meninggalkan Irak sejak serbuan ISIS.
Sebagian lainnya memilih tetap berada di wilayah Kurdi dan masih takut untuk kembali ke kampung halaman mereka.
Kini, Nadia Murad menjadi suara Yazidi di kancah dunia.
Dia mengkampanyekan keadilan bagi rakyatnya.
Dia juga memperjuangkan agar dunia mengakui perbuatan ISIS terhadap etnis Yazidi bisa dikatagorikan sebagai genosida.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Nadia Murad, Bekas Budak Seks ISIS yang Raih Nobel Perdamaian"
(*)