Mbah Moen merupakan putra pertama dari pasangan suami istri yang bernama KH Zubair Dahlan dan Hj. Mahmudah.
Sejak kecil, Mbah Moen dibimbing langsung oleh ayahandanya yang merupakan seorang ulama dan murid dari As-Syeikh Sa’id Al-Yamany Al-Maliky dan As-Seikh Hasan.
Diantara ilmu yang beliau pahami dan hafal adalah yang biasa digunakan di kalangan santri, seperti Ilmu Shoraf, Nahwu, Fiqh, Manthiq, Balaghah, Ilmu Syarah dan lainnya.
Di usia sekitar 17 tahun, KH. Maimun telah menghafal kitab-kitab Nadzam, seperti AlJurumiyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauhrotul Tauhid, Sullamul Munauroq, Rohabiyyah fil Faraidh.
Serta memahami beberapa kitab fiqh yang terkenal seperti Fathul Qarib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab, dan lain sebagainya.
Pada tahun 1945, Mbah Moen menimba ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, di bawah bimbingan KH. Abdul Karim (Mbah Manaf), KH. Mahrus Ali dan KH. Marzuqi, hingga tahun 1949.
Kemudian pada tahun 1950 di usianya yang ke-21 tahun, Mbah Moen berangkat ke tanah suci Mekah untuk melanjutkan studi agamanya di bawah bimbingan Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, dan Syekh Abdul Qodir al-Mandaly.
Sepulangnya dari Mekah, Mbah Moen terus melanjutkan menimba ilmu ke ulama-ulama terkemuka Indonesia, seperti KH. Baidhowi, KH. Ma’shum Lasem, KH. Bisri Musthofa, KH. Wahab Chasbullah, KH. Muslih Mranggen, KH. Abdullah Abbas Buntet, Syaikh Abdul Fadhol Senori, dan ulama-ulama lainnya.
Pada tahun 1967, Mbah Moen mendirikan Pondok Pesantren Al-Anwar di Karangmangu, Sarang, Rembang, Jawa Tengah.
Pondok pesantren ini memiliki santri sekitar 3.210 orang, yang terbagi atas santri laki-laki sekitar 2.456, dan santri perempuan berjumlah 754 orang, dengan tenaga pengajar 72 orang.